terjoko.blogspot.com - Al Imam Ahmad ar-Rifa'i mengatakan:
" اÙعجب Ù Ù Ù ÙعÙ٠أÙÙ ÙÙ Ùت ÙÙÙ ÙÙس٠اÙÙ Ùت ، ÙاÙعجب Ù Ù Ù ÙعÙ٠أÙÙ Ù Ùار٠اÙدÙÙا ÙÙÙ ÙÙÙب عÙÙÙا ÙÙÙطع Ø£Ùا٠٠ب٠ØبتÙا "
"Sungguh aneh orang yg telah tahu bahwa dirinya akan mati tapi dia lupa akan kematian tersebut, dan telah tahu bahwa dia akan berpisah dgn dunia tapi dia tetap saja mencintainya".
NUR AD-DUJA
(Cahaya di Kegelapan)
SYABAB AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
(SYAHAMAH)
Jl. Buaran I, No.1 Rt.005/012
Klender Jakarta Timur
(021) 8607431
بس٠اÙÙ٠اÙرØ٠٠اÙرØÙÙ
Mukaddimah
اÙØ٠د ÙÙ٠اÙذ٠أÙز٠عÙ٠عبد٠اÙÙتاب ÙÙÙ Ùجع٠Ù٠عÙجا ÙÙ٠ا ÙÙÙذر بأسا شدÙدا Ù Ù ÙدÙÙ ÙÙبشراÙ٠ؤ٠ÙÙ٠اÙØ°ÙÙ Ùع٠ÙÙ٠اÙصاÙØات Ø£Ù ÙÙ٠أجرا ØسÙا ، ÙاÙصÙاة ÙاÙسÙا٠عÙ٠سÙدÙا Ù Ø٠د ÙعÙ٠آÙÙ ÙصØب٠اÙØ·ÙبÙ٠اÙطاÙرÙÙ Ùبعد.
Allah ta'ala berfirman :
ÙاعÙ٠أÙÙ Ùا Ø¥Ù٠إÙا اÙÙÙ ÙاستغÙر ÙØ°Ùب٠( سÙرة Ù Ø٠د : 19)
Maknanya : "Maka ketahuilah olehmu bahwa tak ada tuhan yg berhak disembah selain Allah dan mohon ampunlah atas dosa- dosamu " (Q.S. Muhammad : 19)
Pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya adlh pengetahuan yg paling mulia, paling agung, paling utama dan yg paling wajib. Pengetahuan tentang hal ni disebut Ilmu Ushul / Tauhid / 'Aqidah. Pada ayat yg telah disebutkan di atas didahulukan perintah untk mengetahui tauhid sebelum perintah untk ber-istighfar (meminta ampun dari dosa), karena tauhid ; mengesakan Allah berkaitan dgn ilmu ushul sedangkan istighfar berkaitan dgn ilmu furu'. Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam sendiri telah mengkhususkan dirinya dgn pengetahuan tentang Allah tersebut dgn mengatakan : " Ø£Ùا أعÙÙ Ù٠باÙÙÙ ÙأخشاÙÙ ÙÙ" ("Aku adlh orang yg paling mengenal Allah di antara kalian dan yg paling takut kepada-Nya").
Oleh karenanya, ilmu ni adlh ilmu yg paling penting untk dipelajari dan yg paling utama untk diagungkan. Ilmu tauhid ni adlh ilmu yg paling mulia karena merupakan pondasi Hukum Islam, yg bertujuan mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat, serta didasarkan atas dalil-dalil yg Qath’i (yang tak terbantahkan) yg kebanyakan diambil dari dalil sam'i (Naqli : al Qur'an dan hadits ).
Melihat pentingnya pengetahuan tentang tauhid ini, berikut ni adlh sebuah ringkasan tentang aqidah ahlussunnah waljama'ah yg diyakini oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabatnya yg mulia serta para pengikut mereka yg setia hingga masa sekarang ini, mereka adlh mayoritas umat Muhammad di belahan Timur dan Barat dunia Islam.
Semoga ringkasan aqidah ni bermanfaat, Amin.
Nasehat
Al Imam Ahmad ar-Rifa'i rahimahullah berkata:
" Ùا ÙÙد٠، إذا تعÙ٠ت عÙ٠ا Ùس٠عت ÙÙÙا ØسÙا Ùاع٠٠ب٠ÙÙا تÙ٠٠٠اÙØ°ÙÙ ÙعÙÙ ÙÙ ÙÙا Ùع٠ÙÙÙ "
"Wahai anakku jika kalian telah belajar suatu ilmu dan mendengar suatu nukilan yg baik maka hendaklah kalian amalkan dan jangan menjadi orang yg mengetahui (berilmu) tapi tak mau mengamalkan".
بس٠اÙÙ٠اÙرØ٠٠اÙرØÙÙ
اÙØ٠د ÙÙÙ ÙاÙصÙاة ÙاÙسÙا٠عÙ٠رسÙ٠اÙÙÙ Ùبعد
Allah ta'ala berfirman :
ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡ ( سÙرة اÙØ´Ùر٠: 11 )
Maknanya : Dia (Allah) tak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tak ada sesuatupun yg menyerupai-Nya. (Q.S. as-Syura: 11)
PENJELASAN :
Ayat ni adlh ayat yg paling jelas dlm al Qur'an yg berbicara tentang tanzih (mensucikan Allah dari menyerupai makhluk), at-Tanzih al Kulli; pensucian yg total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat luas, dari ayat tersebut dpt dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda, maha suci dari berada pd satu arah / banyak arah / semua arah. Allah maha suci dari berada di atas 'arsy, di bawah 'arsy, sebelah kanan / sebelah kiri 'arsy. Allah jg maha suci dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yg lain dan sifat-sifat benda yg lain.
Al Imam Abu Hanifah berkata:
" Ø£ÙÙÙ Ùشب٠اÙخاÙÙ Ù Ø®ÙÙÙÙÙ "
"Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya".
Jadi Allah tak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua segi. Al Imam Malik berkata :
" ÙÙÙ٠عÙ٠٠رÙÙع "
"Kayfa ( bagaimana; sifat-sifat benda) itu mustahil bagi Allah".
Perkataan al Imam Malik ni diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dgn sanad yg jayyid (kuat). Maksud perkataan al Imam Malik ni adlh bahwa Allah maha suci dari al Kayf (sifat makhluk) sama sekali. Definisi al Kayf adlh segala sesuatu yg merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak dan lain-lain.
اÙÙ ØدÙد عÙد عÙ٠اء اÙتÙØÙد ٠ا ÙÙ Øج٠صغÙرا Ùا٠أ٠ÙبÙرا ÙاÙØد عÙدÙÙ Ù٠اÙØج٠إ٠Ùا٠صغÙرا ÙØ¥Ù Ùا٠ÙبÙرا اÙذرة Ù ØدÙدة ÙاÙعرش Ù ØدÙد ÙاÙÙÙر ÙاÙظÙا٠ÙاÙرÙØ ÙÙ Ù ØدÙد.
"Menurut ulama tauhid yg dimaksud dgn al mahdud (sesuatu yg berukuran) adlh segala sesuatu yg memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adlh bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yg terlihat dlm cahaya matahari yg masuk melalui jendela) mempunyai ukuran dan disebut Mahdud demikian jg 'Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut Mahdud ".
PENJELASAN :
Allah ta'ala berfirman :
اÙØ٠د ÙÙ٠اÙØ°Ù Ø®Ù٠اÙس٠Ùات ٠اÙأرض Ùجع٠اÙظÙ٠ات ٠اÙÙÙر ( سÙرة اÙØ£Ùعا٠: 1 )
Maknanya : "Segala puji bagi Allah yg telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kegelapan dan cahaya" (Q.S. al An'am : 1)
Dalam ayat ni Allah ta'ala menyebutkan langit dan bumi, keduanya termasuk benda yg dpt dipegang oleh tangan (Katsif). Allah jg menyebutkan kegelapan dan cahaya, keduanya termasuk benda yg tak dpt dipegang oleh tangan (Lathif). Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa pd Azal (keberadaan tanpa permulaan) tak ada sesuatupun selain Allah, baik itu benda katsif maupun benda lathif. Dan ni berarti bahwa Allah tak menyerupai benda lathif maupun benda katsif.
Allah ta'ala menciptakan alam ni terbagi menjadi dua bagian: benda dan sifat benda. Benda terbagi menjadi dua: Pertama : benda katsif yaitu benda yg dpt dipegang oleh tangan seperti pohon, manusia, air dan api. Kedua : Benda Lathif, yaitu benda yg tak dpt dipegang oleh tangan seperti cahaya, kegelapan, ruh, udara.
Masing-masing benda memiliki batas, ukuran, dan bentuk. Allah ta'ala berfirman:
ÙÙÙ Ø´ÙØ¡ عÙد٠ب٠Ùدار ( سÙرة اÙرعد : 8 )
Maknanya : "Segala sesuatu memiliki ukuran (yang telah ditentukan oleh Allah)" (Q.S. ar-Ra'd : 8)
Bahwa benda katsif memiliki ukuran adlh hal yg sudah jelas. Sedangkan mengenai bahwa benda lathif memiliki ukuran adlh sesuatu yg memerlukan pengamatan dan penelitian yg seksama. Cahaya misalnya memiliki tempat dan ruang kosong yg diisi olehnya, cahaya matahari menyebar ke areal/jarak yg sangat luas yg diketahui oleh Allah, ukurannya sangat luas. Sementara cahaya lilin ukurannya sangat kecil. Cahaya kunang-kunang yg berjalan di rerumputan di malam hari, Allah jadikan cahayanya sekecil itu. Cahaya yg paling luas adlh cahaya surga. Jadi masing-masing cahaya tersebut memiliki batas dan ukuran yg membatasinya. Kegelapan jg memiliki ukuran dan ruang kosong yg diisi olehnya. Kadang tempat kegelapan tersebut sempit dan kadang luas. Demikian jg angin memiliki tempat yg diisi olehnya. Para Malaikat diperintahkan oleh Allah untk menimbangnya dan mengirimkannya sesuai dgn perintah dan ketentuan Allah. Ada angin yg dingin, angin yg panas. Ada angin yg Allah kirimkan untk menghancurkan suatu kaum, jg ada angin yg dikirimkan sebagai rahmat. Jadi masing-masing angin tersebut memiliki timbangan yg telah ditentukan oleh Allah. Demikian juga, roh memiliki ukuran. Ketika roh berada pd tubuh manusia, roh berukuran sama dgn badan orang tersebut dan ketika roh berpisah, meninggalkan badan seseorang ia bertempat di udara tanpa menyatu dgn jasadnya. Jadi kesimpulannya tiap makhluk pasti memiliki tempat, baik tempat yg besar maupun yg kecil.
Benda paling kecil yg diciptakan oleh Allah dan bisa dilihat oleh mata adlh haba'. Haba' adlh sesuatu yg kecil yg terlihat apabila sinar matahari masuk ke dlm rumah dari jendela, nampak seperti debu yg kelihatan oleh mata, benda ni disebut haba'. Memang masih ada lagi benda yg lebih kecil dari haba', yg bahkan tak dpt dilihat oleh mata karena sangat kecilnya, walaupun demikian tetap saja benda tersebut memiliki bentuk yaitu bentuk yg paling kecil yg diciptakan oleh Allah yg disebut dlm istilah ilmu tauhid al Jawhar al Fard; bagian yg tak bisa dibagi- bagi lagi. Al Jawhar al Fard adlh benda yg paling kecil yg diciptakan oleh Allah, al Jawhar al Fard adlh asal bagi semua benda.
Semua benda ni memilki batas dan ukuran dan karenanya membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut, dan dgn begitu benda tak sah menjadi tuhan. Ketuhanan hanya sah berlaku bagi yg tak memiliki ukuran sama sekali, yaitu Allah yg maha suci dari status Mahdud (Allah tak memiliki batas dan ukuran). Makna Mahdud di sini tak hanya berlaku bagi sesuatu yg memiliki bentuk kecil saja akan tetapi sesuatu yg memiliki bentuk yg besar jg disebut Mahdud.
Sedangkan al A'radl adlh sifat benda seperti bergerak, diam, warna, rasa dan lain-lain. Jadi di antara sifat benda adlh bergerak dan diam, sebagian benda terus-menerus bergerak, yaitu bintang, bahkan an-Najm al Quthbi (bintang yg bisa menunjukkan arah kiblat) pun bergerak, meskipun gerakannya pelan dan bergerak di tempatnya. Sebagian benda lagi ada yg terus-menerus diam seperti tujuh langit yg ada. Sebagian benda lagi kadang diam dan kadang bergerak seperti manusia, malaikat, jin dan binatang.
Termasuk di antara sifat benda jg adlh berwarna kadang sesuatu berwarna putih, ada yg berwarna merah, kuning / hijau. Matahari jg memiliki sifat, di antara sifatnya adlh panas. Angin jg memiliki sifat di antara sifatnya adlh dingin, panas, berhembus dgn kuat / pelan.
Jadi Allah ta'ala yg menciptakan alam ni dgn berbagai macam jenis dan bentuknya, maka Dia tak menyerupainya, dari satu segi maupun semua segi. Allah ta'ala tak menyerupai benda katsif maupun benda lathif dan jg tak bersifat dgn sifat-sifat benda, Allah tak menyerupai satupun dari segala sesuatu yg diciptakan-Nya, oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan:
" اÙÙÙ Ù ÙجÙد بÙا Ù Ùا٠ÙÙا جÙØ© "
"Allah ada tanpa tempat dan arah".
Allah menjadikan arah atas sebagai tempat bagi 'arsy dan para Malaikat yg mengelilinginya dan jg sebagai tempat bagi al-Lauh al Mahfuzh dan lain-lain. Allah menjadikan manusia, binatang ternak, serangga dan lain-lain bertempat di arah bawah. Jadi Dzat yg menciptakan sebagian makhluk bertempat di arah 'arsy dan sebagian yg lain di arah bawah mustahil bagi-Nya memiliki arah. Karena seandainya dikatakan dia berada di salah satu arah / bertempat di semua arah niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman :
ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡
" اÙعجب Ù Ù Ù ÙعÙ٠أÙÙ ÙÙ Ùت ÙÙÙ ÙÙس٠اÙÙ Ùت ، ÙاÙعجب Ù Ù Ù ÙعÙ٠أÙÙ Ù Ùار٠اÙدÙÙا ÙÙÙ ÙÙÙب عÙÙÙا ÙÙÙطع Ø£Ùا٠٠ب٠ØبتÙا "
"Sungguh aneh orang yg telah tahu bahwa dirinya akan mati tapi dia lupa akan kematian tersebut, dan telah tahu bahwa dia akan berpisah dgn dunia tapi dia tetap saja mencintainya".
Nuurud Duja: Cahaya Kegelapan |
NUR AD-DUJA
(Cahaya di Kegelapan)
SYABAB AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
(SYAHAMAH)
Jl. Buaran I, No.1 Rt.005/012
Klender Jakarta Timur
(021) 8607431
بس٠اÙÙ٠اÙرØ٠٠اÙرØÙÙ
Mukaddimah
اÙØ٠د ÙÙ٠اÙذ٠أÙز٠عÙ٠عبد٠اÙÙتاب ÙÙÙ Ùجع٠Ù٠عÙجا ÙÙ٠ا ÙÙÙذر بأسا شدÙدا Ù Ù ÙدÙÙ ÙÙبشراÙ٠ؤ٠ÙÙ٠اÙØ°ÙÙ Ùع٠ÙÙ٠اÙصاÙØات Ø£Ù ÙÙ٠أجرا ØسÙا ، ÙاÙصÙاة ÙاÙسÙا٠عÙ٠سÙدÙا Ù Ø٠د ÙعÙ٠آÙÙ ÙصØب٠اÙØ·ÙبÙ٠اÙطاÙرÙÙ Ùبعد.
Allah ta'ala berfirman :
ÙاعÙ٠أÙÙ Ùا Ø¥Ù٠إÙا اÙÙÙ ÙاستغÙر ÙØ°Ùب٠( سÙرة Ù Ø٠د : 19)
Maknanya : "Maka ketahuilah olehmu bahwa tak ada tuhan yg berhak disembah selain Allah dan mohon ampunlah atas dosa- dosamu " (Q.S. Muhammad : 19)
Pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya adlh pengetahuan yg paling mulia, paling agung, paling utama dan yg paling wajib. Pengetahuan tentang hal ni disebut Ilmu Ushul / Tauhid / 'Aqidah. Pada ayat yg telah disebutkan di atas didahulukan perintah untk mengetahui tauhid sebelum perintah untk ber-istighfar (meminta ampun dari dosa), karena tauhid ; mengesakan Allah berkaitan dgn ilmu ushul sedangkan istighfar berkaitan dgn ilmu furu'. Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam sendiri telah mengkhususkan dirinya dgn pengetahuan tentang Allah tersebut dgn mengatakan : " Ø£Ùا أعÙÙ Ù٠باÙÙÙ ÙأخشاÙÙ ÙÙ" ("Aku adlh orang yg paling mengenal Allah di antara kalian dan yg paling takut kepada-Nya").
Oleh karenanya, ilmu ni adlh ilmu yg paling penting untk dipelajari dan yg paling utama untk diagungkan. Ilmu tauhid ni adlh ilmu yg paling mulia karena merupakan pondasi Hukum Islam, yg bertujuan mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat, serta didasarkan atas dalil-dalil yg Qath’i (yang tak terbantahkan) yg kebanyakan diambil dari dalil sam'i (Naqli : al Qur'an dan hadits ).
Melihat pentingnya pengetahuan tentang tauhid ini, berikut ni adlh sebuah ringkasan tentang aqidah ahlussunnah waljama'ah yg diyakini oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabatnya yg mulia serta para pengikut mereka yg setia hingga masa sekarang ini, mereka adlh mayoritas umat Muhammad di belahan Timur dan Barat dunia Islam.
Semoga ringkasan aqidah ni bermanfaat, Amin.
Nasehat
Al Imam Ahmad ar-Rifa'i rahimahullah berkata:
" Ùا ÙÙد٠، إذا تعÙ٠ت عÙ٠ا Ùس٠عت ÙÙÙا ØسÙا Ùاع٠٠ب٠ÙÙا تÙ٠٠٠اÙØ°ÙÙ ÙعÙÙ ÙÙ ÙÙا Ùع٠ÙÙÙ "
"Wahai anakku jika kalian telah belajar suatu ilmu dan mendengar suatu nukilan yg baik maka hendaklah kalian amalkan dan jangan menjadi orang yg mengetahui (berilmu) tapi tak mau mengamalkan".
بس٠اÙÙ٠اÙرØ٠٠اÙرØÙÙ
اÙØ٠د ÙÙÙ ÙاÙصÙاة ÙاÙسÙا٠عÙ٠رسÙ٠اÙÙÙ Ùبعد
Allah ta'ala berfirman :
ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡ ( سÙرة اÙØ´Ùر٠: 11 )
Maknanya : Dia (Allah) tak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tak ada sesuatupun yg menyerupai-Nya. (Q.S. as-Syura: 11)
PENJELASAN :
Ayat ni adlh ayat yg paling jelas dlm al Qur'an yg berbicara tentang tanzih (mensucikan Allah dari menyerupai makhluk), at-Tanzih al Kulli; pensucian yg total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat luas, dari ayat tersebut dpt dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda, maha suci dari berada pd satu arah / banyak arah / semua arah. Allah maha suci dari berada di atas 'arsy, di bawah 'arsy, sebelah kanan / sebelah kiri 'arsy. Allah jg maha suci dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yg lain dan sifat-sifat benda yg lain.
Al Imam Abu Hanifah berkata:
" Ø£ÙÙÙ Ùشب٠اÙخاÙÙ Ù Ø®ÙÙÙÙÙ "
"Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya".
Jadi Allah tak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua segi. Al Imam Malik berkata :
" ÙÙÙ٠عÙ٠٠رÙÙع "
"Kayfa ( bagaimana; sifat-sifat benda) itu mustahil bagi Allah".
Perkataan al Imam Malik ni diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dgn sanad yg jayyid (kuat). Maksud perkataan al Imam Malik ni adlh bahwa Allah maha suci dari al Kayf (sifat makhluk) sama sekali. Definisi al Kayf adlh segala sesuatu yg merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak dan lain-lain.
اÙÙ ØدÙد عÙد عÙ٠اء اÙتÙØÙد ٠ا ÙÙ Øج٠صغÙرا Ùا٠أ٠ÙبÙرا ÙاÙØد عÙدÙÙ Ù٠اÙØج٠إ٠Ùا٠صغÙرا ÙØ¥Ù Ùا٠ÙبÙرا اÙذرة Ù ØدÙدة ÙاÙعرش Ù ØدÙد ÙاÙÙÙر ÙاÙظÙا٠ÙاÙرÙØ ÙÙ Ù ØدÙد.
"Menurut ulama tauhid yg dimaksud dgn al mahdud (sesuatu yg berukuran) adlh segala sesuatu yg memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adlh bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yg terlihat dlm cahaya matahari yg masuk melalui jendela) mempunyai ukuran dan disebut Mahdud demikian jg 'Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut Mahdud ".
PENJELASAN :
Allah ta'ala berfirman :
اÙØ٠د ÙÙ٠اÙØ°Ù Ø®Ù٠اÙس٠Ùات ٠اÙأرض Ùجع٠اÙظÙ٠ات ٠اÙÙÙر ( سÙرة اÙØ£Ùعا٠: 1 )
Maknanya : "Segala puji bagi Allah yg telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kegelapan dan cahaya" (Q.S. al An'am : 1)
Dalam ayat ni Allah ta'ala menyebutkan langit dan bumi, keduanya termasuk benda yg dpt dipegang oleh tangan (Katsif). Allah jg menyebutkan kegelapan dan cahaya, keduanya termasuk benda yg tak dpt dipegang oleh tangan (Lathif). Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa pd Azal (keberadaan tanpa permulaan) tak ada sesuatupun selain Allah, baik itu benda katsif maupun benda lathif. Dan ni berarti bahwa Allah tak menyerupai benda lathif maupun benda katsif.
Allah ta'ala menciptakan alam ni terbagi menjadi dua bagian: benda dan sifat benda. Benda terbagi menjadi dua: Pertama : benda katsif yaitu benda yg dpt dipegang oleh tangan seperti pohon, manusia, air dan api. Kedua : Benda Lathif, yaitu benda yg tak dpt dipegang oleh tangan seperti cahaya, kegelapan, ruh, udara.
Masing-masing benda memiliki batas, ukuran, dan bentuk. Allah ta'ala berfirman:
ÙÙÙ Ø´ÙØ¡ عÙد٠ب٠Ùدار ( سÙرة اÙرعد : 8 )
Maknanya : "Segala sesuatu memiliki ukuran (yang telah ditentukan oleh Allah)" (Q.S. ar-Ra'd : 8)
Bahwa benda katsif memiliki ukuran adlh hal yg sudah jelas. Sedangkan mengenai bahwa benda lathif memiliki ukuran adlh sesuatu yg memerlukan pengamatan dan penelitian yg seksama. Cahaya misalnya memiliki tempat dan ruang kosong yg diisi olehnya, cahaya matahari menyebar ke areal/jarak yg sangat luas yg diketahui oleh Allah, ukurannya sangat luas. Sementara cahaya lilin ukurannya sangat kecil. Cahaya kunang-kunang yg berjalan di rerumputan di malam hari, Allah jadikan cahayanya sekecil itu. Cahaya yg paling luas adlh cahaya surga. Jadi masing-masing cahaya tersebut memiliki batas dan ukuran yg membatasinya. Kegelapan jg memiliki ukuran dan ruang kosong yg diisi olehnya. Kadang tempat kegelapan tersebut sempit dan kadang luas. Demikian jg angin memiliki tempat yg diisi olehnya. Para Malaikat diperintahkan oleh Allah untk menimbangnya dan mengirimkannya sesuai dgn perintah dan ketentuan Allah. Ada angin yg dingin, angin yg panas. Ada angin yg Allah kirimkan untk menghancurkan suatu kaum, jg ada angin yg dikirimkan sebagai rahmat. Jadi masing-masing angin tersebut memiliki timbangan yg telah ditentukan oleh Allah. Demikian juga, roh memiliki ukuran. Ketika roh berada pd tubuh manusia, roh berukuran sama dgn badan orang tersebut dan ketika roh berpisah, meninggalkan badan seseorang ia bertempat di udara tanpa menyatu dgn jasadnya. Jadi kesimpulannya tiap makhluk pasti memiliki tempat, baik tempat yg besar maupun yg kecil.
Benda paling kecil yg diciptakan oleh Allah dan bisa dilihat oleh mata adlh haba'. Haba' adlh sesuatu yg kecil yg terlihat apabila sinar matahari masuk ke dlm rumah dari jendela, nampak seperti debu yg kelihatan oleh mata, benda ni disebut haba'. Memang masih ada lagi benda yg lebih kecil dari haba', yg bahkan tak dpt dilihat oleh mata karena sangat kecilnya, walaupun demikian tetap saja benda tersebut memiliki bentuk yaitu bentuk yg paling kecil yg diciptakan oleh Allah yg disebut dlm istilah ilmu tauhid al Jawhar al Fard; bagian yg tak bisa dibagi- bagi lagi. Al Jawhar al Fard adlh benda yg paling kecil yg diciptakan oleh Allah, al Jawhar al Fard adlh asal bagi semua benda.
Semua benda ni memilki batas dan ukuran dan karenanya membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut, dan dgn begitu benda tak sah menjadi tuhan. Ketuhanan hanya sah berlaku bagi yg tak memiliki ukuran sama sekali, yaitu Allah yg maha suci dari status Mahdud (Allah tak memiliki batas dan ukuran). Makna Mahdud di sini tak hanya berlaku bagi sesuatu yg memiliki bentuk kecil saja akan tetapi sesuatu yg memiliki bentuk yg besar jg disebut Mahdud.
Sedangkan al A'radl adlh sifat benda seperti bergerak, diam, warna, rasa dan lain-lain. Jadi di antara sifat benda adlh bergerak dan diam, sebagian benda terus-menerus bergerak, yaitu bintang, bahkan an-Najm al Quthbi (bintang yg bisa menunjukkan arah kiblat) pun bergerak, meskipun gerakannya pelan dan bergerak di tempatnya. Sebagian benda lagi ada yg terus-menerus diam seperti tujuh langit yg ada. Sebagian benda lagi kadang diam dan kadang bergerak seperti manusia, malaikat, jin dan binatang.
Termasuk di antara sifat benda jg adlh berwarna kadang sesuatu berwarna putih, ada yg berwarna merah, kuning / hijau. Matahari jg memiliki sifat, di antara sifatnya adlh panas. Angin jg memiliki sifat di antara sifatnya adlh dingin, panas, berhembus dgn kuat / pelan.
Jadi Allah ta'ala yg menciptakan alam ni dgn berbagai macam jenis dan bentuknya, maka Dia tak menyerupainya, dari satu segi maupun semua segi. Allah ta'ala tak menyerupai benda katsif maupun benda lathif dan jg tak bersifat dgn sifat-sifat benda, Allah tak menyerupai satupun dari segala sesuatu yg diciptakan-Nya, oleh karena itu Ahlussunnah mengatakan:
" اÙÙÙ Ù ÙجÙد بÙا Ù Ùا٠ÙÙا جÙØ© "
"Allah ada tanpa tempat dan arah".
Allah menjadikan arah atas sebagai tempat bagi 'arsy dan para Malaikat yg mengelilinginya dan jg sebagai tempat bagi al-Lauh al Mahfuzh dan lain-lain. Allah menjadikan manusia, binatang ternak, serangga dan lain-lain bertempat di arah bawah. Jadi Dzat yg menciptakan sebagian makhluk bertempat di arah 'arsy dan sebagian yg lain di arah bawah mustahil bagi-Nya memiliki arah. Karena seandainya dikatakan dia berada di salah satu arah / bertempat di semua arah niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman :
ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡
Maknanya : "Tidak ada satupun yg menyerupai-Nya". Inilah aqidah yg diyakini oleh semua kaum muslimin di negara-negara muslim; Indonesia, Mesir, Irak, Turki, Marokko, Al Jazair, Tunisia, Yaman, Somalia dan daratan Syam, mereka semua dan yg lain di negara-negara lain semua mengajarkan keyakinan ini.
Sedangkan orang yg meyakini bahwa Allah adlh benda yg sama besarnya dgn 'arsy, memenuhi 'arsy / separuh dari 'arsy / meyakini bahwa Allah lebih besar dari 'arsy dari segala arah kecuali arah bawah / bahwa Allah adlh cahaya yg bersinar gemerlapan / bahwa Allah adlh benda yg besar dan tak berpenghabisan / berbentuk seorang yg muda / remaja / orang tua yg beruban, maka semua orang ni tak mengenal Allah. Mereka tak menyembah Allah, meskipun mereka mengira diri mereka muslim. Mereka bukanlah orang yg menyembah (beribadah) Allah, yg mereka sembah adlh sesuatu yg mereka bayangkan dan gambarkan dlm diri mereka, sesuatu yg sesungguhnya tak ada. Musibah mereka yg paling besar adlh bahwa mereka tak memahami adanya sesuatu yg bukan benda. Oleh karena itu mereka -dengan segenap upaya- berusaha menjadikan Allah benda yg bersifat dgn sifat-sifat benda pula, lalu bagaimana bisa mereka mengaku mengenal dan memahami firman Allah ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡ dan beriman kepadanya ?!!. Seandainya mereka benar-benar mengetahui ayat tersebut dan beriman dengannya niscaya mereka tak akan menjadikan Allah sebagai benda, karena alam ni seluruhnya adlh benda dan sifat-sifat benda.
Seandainya terjadi perdebatan antara orang-orang Musyabbihah (orang-orang yg menyerupakan Allah dgn makhluk-Nya) seperti orang Wahhabi -yang meyakini bahwa Allah adlh benda, yg memiliki ukuran- dgn orang yg menyembah matahari. Orang Wahhabi akan mengatakan kepada penyembah matahari: Anda, wahai penyembah matahari, matahari yg engkau sembah ni tak berhak untk menjadi tuhan. Penyembah matahari akan menjawab dan berkata kepada orang Wahhabi: bagaimana mungkin matahari tak berhak untk disembah, padahal bentuknya indah, manfaatnya sangat besar, anda bisa melihatnya dan saya jg melihatnya dan semua orang melihatnya, semua orang mengetahui dgn baik manfaatnya. Bagaimana mungkin agama saya batil dan agamamu benar, sementara anda menyembah sesuatu yg anda bayangkan dlm diri anda, anda tak melihatnya dan kami jg tak melihatnya, anda mengatakan tuhan anda adlh bentuk yg besar yg duduk di atas 'arsy ?!!.
Orang Wahhabi tak akan memiliki dalil 'aqli (argumen rasional) untk menjawabnya, seandainya orang Wahhabi mengatakan : al Qur'an telah menegaskan bahwa Allah adlh pencipta alam, Dia-lah yg berhak untk disembah, tak ada sesuatu selain-Nya yg berhak untk disembah. Maka orang yg menyembah matahari tersebut akan mengatakan kepadanya: Saya tak beriman dgn kitab suci anda, berikan kepada saya dalil 'aqli bahwa matahari tak berhak untk dijadikan tuhan yg disembah dan bahwa apa yg anda sembah yg anda bayangkan (dalam benak anda) itu berhak untk disembah !. Maka orang Wahhabi akan terdiam dan membisu.
Sedangkan kita, Ahlussunnah memiliki jawaban yg rasional. Kita akan mengatakan kepada penyembah matahari : matahari yg anda sembah, mempunyai ukuran tertentu dan bentuk tertentu, karenanya pasti membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan tuhan kami, Ia adlh sesuatu yg ada tetapi tak menyerupai segala sesuatu yg ada, tak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, Dia tak memiliki ukuran, tak memiliki bentuk, tak memiliki arah, tak memilki tempat dan tak memiliki permulaan. Inilah Dzat yg ada, yg kami sembah yg dinamakan Allah. Dialah yg berhak untk disembah. Dia yg menciptakan matahari yg anda sembah, manusia dan segala sesuatu yg lain.
Seorang Sunni; penganut akidah Ahlussunnah ketika mengeluarkan hujjah 'aqli ni tanpa mengatakan: Allah ta'ala berfirman demikian, telah mampu mengalahkan orang kafir yg menyembah matahari tersebut. Maka segala puji bagi Allah yg telah memberikan kita petunjuk kepada keyakinan yg benar ini, kita tak akan menemukan kebenaran dan petunjuk semacam ni seandainya tak karena mendapat petunjuk Allah.
Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata:
" ٠٠زع٠أ٠إÙÙÙا Ù ØدÙد ÙÙد جÙ٠اÙخاÙ٠اÙ٠عبÙد" (رÙا٠أب٠ÙعÙÙ )
Maknanya: "Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tak mengetahui Tuhan yg wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H) dlm Hilyah al Auliya, juz I hal. 72).
PENJELASAN :
Maksud dari perkataan sayyidina Ali ni adlh bahwa orang yg berkeyakinan / beranggapan bahwa Allah adlh benda yg besar / kecil maka dia adlh kafir, tak mengenal Allah, seperti orang yg meyakini bahwa Allah menempati salah satu arah seperti arah atas. Karena dgn keyakinan seperti ni orang tersebut telah menjadikan Allah mahdud (memiliki ukuran), padahal tiap yg mahdud (berukuran besar / kecil) pasti membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut, sementara yg membutuhkan itu lemah dan yg lemah mustahil menjadi tuhan.
Jadi dlm perkataan sayyidina 'Ali radliyallahu 'anhu terdapat dalil yg jelas bahwa Allah ta'ala maha suci dari hadd (ukuran) sama sekali. Maka barangsiapa yg menyandarkan kepada Allah sifat duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak maka sesungguhnya dia tak mengenal Allah, dan barangsiapa yg tak mengenal Allah maka ia sesungguhnya masih berstatus kafir.
Haba' memiliki ukuran, semut memiliki ukuran, manusia memiliki ukuran, matahari memiliki ukuran, langit memiliki ukuran, 'arsy memiliki ukuran. Jadi masing-masing yg disebutkan memiliki ukuran dan membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut.
Jadi, tiap sesuatu yg memiliki ukuran pasti dia adlh makhluk, yg membutuhkan (kepada selainnya) dan lemah maka tidaklah sah baginya sifat ketuhanan. Ketuhanan hanya sah bagi yg tak memiliki ukuran sama sekali yaitu Allah subahanahu wata'ala, yg tak membutuhkan kepada seluruh alam, yg tak mempunyai bentuk dan ukuran.
Al Imam al Ghazali -semoga Allah merahmatinya- berkata :
"Ùا ØªØµØ Ø§Ùعبادة Ø¥Ùا بعد ٠عرÙØ© اÙ٠عبÙد"
Maknanya: Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yg wajib disembah.
Jadi barangsiapa yg tak mengenal Allah dgn menjadikan-Nya memiliki ukuran yg tak berpenghabisan misalnya maka dia adlh kafir. Dan tak sah bentuk-bentuk ibadah yg dilakukannya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain.
Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- ( 227-321 H) mengatakan :
"تعاÙÙÙ (ÙعÙ٠اÙÙÙ) ع٠اÙØدÙد ÙاÙغاÙات ÙاÙأرÙا٠ÙاÙأعضاء ÙاÙأدÙات Ùا تØÙÙ٠اÙجÙات اÙست Ùسائر اÙ٠بتدعات".
"Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yg besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yg kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tak seperti makhluk-Nya yg diliputi enam arah penjuru tersebut".
PENJELASAN :
Imam ath-Thahawi adlh Ahmad bin Muhammad bin Sallamah, lahir tahun 227 H. Jadi beliau masuk dlm makna hadits yg disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam :
" Ø®ÙÙر اÙÙرÙÙ ÙرÙ٠ث٠اÙØ°ÙÙ ÙÙÙÙÙ٠ث٠اÙØ°ÙÙ ÙÙÙÙÙÙ " رÙا٠اÙتر٠ذÙ
Maknanya: "Sebaik-baik abad adlh abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya" (H.R. at-Tirmidzi)
Beliau menyebutkan perkataan tersebut dlm kitab aqidahnya, yg merupakan penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, sebuah karya yg diterima dan dipakai oleh seluruh ummat dari generasi ke generasi.
Maksud dari Ta'ala (تعاÙÙÙ ) adlh bahwa Allah maha suci. Allah maha suci dari Hudud (اÙØدÙد) maksudnya bahwa Allah maha suci dari Hadd sama sekali. Hadd adlh benda dan ukuran, besar maupun kecil. Suatu benda pasti berada pd suatu tempat dan arah. Sedangkan Allah maha suci dari berupa benda, berarti Allah ada tanpa tempat. Seandainya Allah adlh benda niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman :
ÙÙا تضربÙا ÙÙ٠اÙأ٠ثا٠(سÙرة اÙÙØÙ : 74)
Maknanya : "Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah ". (Q.S. an-Nahl : 74)
Jadi barangsiapa yg mengatakan bahwa Allah memiliki hadd, kita tak mengetahui hadd tersebut, Allah-lah yg mengetahuinya sungguh dia telah kafir.
Makna Ùا تØÙÙ٠اÙجÙات اÙست) ) bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah / di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yg dimaksud adlh adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Maksud dari (Ùسائر اÙ٠بتدعات) adlh bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tak bisa digambarkan dlm hati dan benak manusia. Al Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:
"Ù Ù٠ا تصÙرت بباÙÙ ÙاÙÙ٠بخÙا٠ذÙÙ" رÙا٠أب٠اÙÙض٠اÙت٠ÙÙ Ù
Maknanya: "Apapun yg terlintas dlm benak kamu (tentang Allah), maka Allah tak seperti itu". (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi)
Jika ditanyakan: Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yg ada tetapi tak bisa dibayangkan dan digambarkan dgn benak)? Maka jawabannya adlh : Bahwa di antara makhluk ada yg tak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tak ada. Tidak ada satupun di antara kita yg bisa membayangkan dlm dirinya bagaimana ada suatu waktu / masa yg berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya ?!. Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yg berlalu tanpa dibarengi dgn cahaya dan kegelapan, karena Allah ta'ala berfirman :
Ùجع٠اÙظÙ٠ات ÙاÙÙÙر (سÙرةاÙØ£Ùعا٠: 1)
Maknanya: "... dan yg telah menjadikan kegelapan dan cahaya" (Q.S. al An'am: 1)
yakni menjadikan kegelapan dan cahaya setelah sebelumnya tak ada.
Jika demikian halnya yg terjadi pd makhluk, maka lebih utama kita beriman dan percaya tentang Allah Yang mengatakan tentang Dzat-Nya ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡"", jadi Allah tak tergambar dlm benak dan tak diliputi oleh akal, Allah ada, maha suci dari bentuk dan ukuran, ada tanpa tempat dan arah.
Al Imam ath-Thahawi jg mengatakan:
" ÙÙ Ù Ùص٠اÙÙ٠ب٠عÙ٠٠٠٠عاÙÙ٠اÙبشر ÙÙد ÙÙر"
"Barangsiapa menyifati Allah dgn salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".
PENJELASAN :
Barangsiapa menyifati Allah dgn salah satu sifat manusia maka ia telah kafir. Sifat-sifat manusia banyak sekali. Sifat yg paling menonjol adlh baharu, yakni ada setelah sebelumnya tak ada. Di antara sifat manusia jg adlh mati, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yg lain, bergerak, diam, infi'al (merespon peristiwa dgn kegembiraan / kesedihan / semacamnya yg nampak dlm raut muka dan gerakan anggota tubuh), turun dari atas ke bawah, naik dari bawah ke atas, berpindah, memiliki warna, bentuk, panjang, pendek, bertempat pd suatu arah dan tempat, membutuhkan, memperoleh pengetahuan yg baru, terkena lupa, bodoh, duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak, berjarak, menempel, berpisah dan lain-lain. Jadi barangsiapa mensifati Allah dgn salah satu sifat manusia tersebut maka dia telah kafir.
Al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H) dlm al Burhan al Mu-ayyad berkata:
"صÙÙÙا عÙائدÙ٠٠٠اÙت٠س٠بظاÙر ٠ا تشاب٠٠٠اÙÙتاب ÙاÙسÙØ© ÙØ¥Ù Ø°Ù٠٠٠أصÙ٠اÙÙÙر"
"Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yg mutasyabihat sebab hal ni merupakan salah satu pangkal kekufuran".
PENJELASAN :
Imam ar-Rifa'i hidup pd abad ke enam hijriyyah, beliau adlh seorang ahli hadits, ahli tafsir, pengikut al Imam al Asy'ari dlm rumusan aqidah dan pengikut madzhab Syafi'i dlm fiqih. Beliau adlh orang paling mulia dan paling alim di masanya. Beliau sangat menekankan tanzih (mensucikan Allah ta'ala dari menyerupai makhluk). Di antara perkataan beliau dlm masalah tanzih adlh perkataan yg beliau sebutkan dlm kitabnya "al Burhan al Muayyad" tersebut. Maksud perkataan beliau adlh bahwa orang yg mengambil zhahir sebagian ayat al Qur'an dan hadits Nabi, yg memberikan persangkaan bahwa Allah adlh benda yg bersemayam di atas 'arsy / bahwa Allah berada di arah bumi / bahwa Allah mempunyai anggota badan, bergerak dan yg semacamnya maka orang tersebut telah kafir.
Seperti orang yg menafsirkan ayat :
اÙرØ٠٠عÙ٠اÙعرش استÙÙ
dgn duduk maka orang tersebut telah kafir. Karena mengatakan duduk bagi Allah adlh cacian terhadap-Nya sebab duduk adlh sifat malaikat, Jin, manusia, anjing, babi dan monyet. Makna ayat tersebut yg benar adlh bahwa Allah (اÙعرش ÙÙر ) menundukkan dan menguasai 'arsy. Makna ni layak bagi Allah karena Allah dlm al Qur'an menamakan Dzat-Nya اÙÙ٠اÙÙاØد اÙÙÙار Maknanya: "Allah maha esa lagi maha berkuasa". Oleh karena itu kaum muslimin menamakan anak mereka Abdul Qahir dan Abdul Qahhar, tak ada seorangpun yg menamakan anaknya Abdul Jalis / Abdul Qa'id. Bahkan meskipun orang tersebut mengatakan bahwa Allah berada di atas 'arsy dgn ada jarak tanpa menyentuhnya tetap saja dia kafir. Karena tiap sesuatu yg berada di atas sesuatu yg lain pasti berkemungkinan berukuran sama dgn sesuatu tersebut / lebih besar / lebih kecil. Dan segala sesuatu yg menerima ukuran maka dia adlh makhluk, yg membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut.
Sedangkan pernyataan golongan Musyabbihah seperti orang-orang Wahhabi bahwa Allah bertempat di atas 'arsy, di mana tak ada tempat, pernyataan ni terbantah dgn hadits riwayat al Bukhari, al Bayhaqi dan lainnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
" إ٠اÙÙÙ Ù٠ا Ùض٠اÙØ®ÙÙ Ùتب ÙÙ Ùتاب ÙÙÙ Ù ÙضÙع عÙد٠ÙÙ٠اÙعرش إ٠رØ٠ت٠غÙبت غضب٠"
Maknanya: "Sesungguhnya Allah ketika menciptakan makhluk menciptakan kitab (tulisan) yg terletak di atas 'arsy dan dimuliakan oleh Allah yg berbunyi sesungguhnya (tanda-tanda) rahmat-Ku lebih banyak dari (tanda-tanda) murka-Ku" (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan lainnya)
Dan dlm riwayat Ibnu Hibban: "ÙÙ٠٠رÙÙع ÙÙ٠اÙعرش" Maknanya: "Dan kitab itu terangkat di atas 'arsy".
Jadi hadits ni adlh dalil bahwa di atas 'arsy terdapat tempat, kalau tak niscaya Rasulullah tak mengatakan bahwasanya kitab tersebut diletakkan di atas 'arsy.
Adapun makna kalimat (عÙدÙ) adlh bahwa kitab tersebut dimuliakan karena kalimat (عÙد) bisa bermakna Tasyrif (memuliakan) seperti firman Allah ta'ala tentang orang-orang yg saleh:
ÙØ¥ÙÙ٠عÙدÙا Ù٠٠اÙ٠صطÙÙ٠اÙأخÙار (سÙرة ص : 47)
Maknanya: "Dan sesungguhnya mereka mulia menurut kami, termasuk orang-orang pilihan yg paling baik" (Q.S. Shaad : 47)
Jelas dlm ayat ni kalimat (عÙدÙا) mengandung arti untk memuliakan bukan berarti bahwa orang-orang saleh tersebut berdekatan dgn Allah, mengambil tempat di mana Allah bertempat di sana. Jadi orang-orang musyabbihah dgn keyakinan tersebut, telah menjadikan kitab sebagai bandingan dan serupa bagi Allah dan dgn ni mereka telah mendustakan firman Allah: ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡" " .
Demikian jg orang yg menafsirkan firman Allah:
إ٠ربÙ٠اÙÙ٠اÙØ°Ù Ø®Ù٠اÙس٠Ùات ÙاÙأرض Ù٠ستة Ø£Ùا٠ث٠استÙ٠عÙ٠اÙعرش (سÙرة اÙأعرا٠: 54)
Dengan mengatakan bahwa Allah berada pd arah bumi (bawah) kemudian naik ke langit lalu menciptakannya, setelah menyelesaikan penciptaan di langit kemudian Dia naik ke 'arsy lalu bersemayam di atasnya, maka dia telah kafir. Sedangkan makna yg sebenarnya dari ayat tersebut adlh bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dan sebelum itu telah menguasai 'arsy. Jadi kalimat (Ø«Ù ) di sini sama maknanya dgn (Ù) -Wawu-, berarti "dan" (bukan kemudian). Al Imam Abu Manshur al Maturidi -semoga Allah meridlainya- berkata: ث٠استÙ٠عÙ٠اÙعرش" " artinya adlh " ÙÙد استÙ٠عÙ٠اÙعرش " " Sungguh Allah telah menguasai 'arsy ".
Demikian jg orang yg menafsirkan ayat:
ÙØ£ÙÙ٠ا تÙÙÙا ÙØ«Ù Ùج٠اÙÙÙ (سÙرة اÙبÙرة : 115)
dgn anggota tubuh, yaitu muka / bahwa Allah berada di arah bumi maka dia telah kafir. Makna " Ùج٠اÙÙÙ" yg benar adlh " ÙبÙØ© اÙÙÙ " kiblat Allah, sebagaimana dikatakan oleh Mujahid; murid Abdullah ibn 'Abbas -semoga Allah meridlai mereka-.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
ÙÙ Ø´ÙØ¡ ÙاÙ٠إÙا ÙجÙÙ (سÙرة اÙÙصص : 88)
dgn mengatakan bahwa alam ni adlh Ø´ÙØ¡ ; sesuatu, maka ia akan punah, Allah jg Ø´ÙØ¡ ; sesuatu berarti akan punah pula dan tak ada yg tersisa dari Allah kecuali bagian muka, maka orang ni dihukumi kafir sebagaimana penafsiran ni pernah dikemukakan oleh salah seorang dari golongan Musyabbihah, yaitu Bayan bin Sam'an at-Tamimi. Padahal makna " ÙجÙÙÙ " yg benar dlm ayat ni adlh (اÙÙ ÙÙÙ ); kekuasaan Allah / (٠ا ÙتÙرب ب٠إÙ٠اÙÙÙ ); amal yg mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana ditakwilkan oleh Imam al Bukhari dan Sufyan ats-Tsawri -semoga Allah meridlai keduanya-.
Demikian jg orang yg menafsirkan firman Allah:
تجر٠بأعÙÙÙا (سÙرة اÙÙ٠ر : 14)
dgn anggota tubuh, yaitu mata maka dia telah kafir. Makna " بأعÙÙÙا " yg sebenarnya adlh (اÙØÙظ ); pemeliharaan Allah sebagaimana dikatakan oleh para ahli tafsir.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
Ùد اÙÙÙ ÙÙ٠أÙدÙÙÙ (سÙرة اÙÙØªØ : 10)
dgn tangan yg merupakan anggota badan maka dia telah kafir. Makna " Ùد اÙÙÙ " di sini adlh (اÙعÙد ) janji sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
Ùجاء رب٠(سÙرة اÙÙجر : 22)
dgn menyatakan bahwa Allah bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yg lain maka dia telah kafir. Makna yg benar adlh (Ùجاءت Ùدرت٠) ; datang kekuasaan Allah yakni tanda kekuasaan-Nya, sebagaimana ditafsirkan oleh al Imam Ahmad bin Hanbal -semoga Allah meridlainya-. Perkataan al Imam Ahmad ni diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dgn sanad yg sahih.
Begitu jg orang yg menafsirkan ayat:
أأ٠Ùت٠٠٠Ù٠اÙس٠اء (سÙرة اÙÙ ÙÙ : 16)
dgn menyatakan bahwa Allah bertempat di langit maka dia telah kafir. Makna (Ù Ù Ù٠اÙس٠اء ) yg sebenarnya adlh Malaikat sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al Huffazh (guru para ahli hadits) al Hafizh Zainuddin 'Abdur Rahim al 'Iraqi -semoga Allah merahmatinya- dlm kitabnya " al Amaaliyy al Mishriyyah " ketika menafsirkan hadits : " ارØÙ Ùا Ù Ù Ù٠اÙأرض ÙرØÙ ÙÙ Ù Ù Ù٠اÙس٠اء " . Beliau menafsirkannya dgn riwayat lain :
" ارØÙ Ùا Ø£Ù٠اÙأرض ÙرØÙ Ù٠أÙ٠اÙس٠اء " .
Demikian jg orang yg menafsirkan hadits al Jaariyah; hadits tentang budak perempuan yg hitam yg terdapat dlm Sahih Muslim dgn mengatakan bahwa Allah bertempat di arah atas maka dia telah kafir. Hadits ni sesungguhnya telah dikritik oleh sebagian ulama dan ahli hadits. Mereka menganggapnya sebagai hadits yg mudltharib (diriwayatkan dgn lafazh matan yg berbeda-beda dan saling bertentangan sehingga menjadikannya dihukumi sebagai hadits dla’if) dan ma'luul (hadits yg terdapat 'illah -cacat- di dalamnya) karena telah menyalahi prinsip-prinsip ajaran Islam. Rasululullah shallallahu 'alayhi wasallam jelas mustahil menghukumi seseorang sebagai muslim hanya karena mengatakan: "Allah di langit" karena perkataan "Allah di langit" adlh perkataan orang-orang Yahudi dan Nasrani, bagaimana mungkin kalimat ni menjadi tanda keimanan seseorang?!. Sebagian ulama yg lain menyebutkan hadits ni dan mentakwilnya bahwa pertanyaan Nabi kepada budak perempuan tersebut maknanya adlh "Setinggi apa pengagunganmu terhadap Allah ?" , sedangkan arti dari jawabannya (Ù٠اÙس٠اء ) adlh bahwa Allah sangat tinggi derajat-Nya. Jadi baik mengikuti pendapat pertama maupun pendapat kedua tentang hadits ni tetap tak ada hujjah bagi orang-orang Wahhabi dlm hadits Jaariyah ini.
Begitu jg orang yg menafsirkan hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam :
" ÙÙÙز٠ربÙا تبار٠ÙتعاÙÙ ÙÙ ÙÙÙØ© Ø¥Ù٠اÙس٠اء اÙدÙÙا ØÙÙ ÙبÙÙ Ø«ÙØ« اÙÙÙ٠اÙآخر ÙÙÙÙ Ù Ù ÙدعÙÙÙ ÙأستجÙب ÙÙ Ù Ù ÙسأÙÙÙ ÙأعطÙÙ Ù Ù ÙستغÙرÙÙ ÙأغÙر ÙÙ "
Dengan mengatakan bahwa Allah bergerak dan turun dari atas ke langit dunia dan berdiam di sana hingga terbit fajar kemudian naik ke 'arsy maka dia telah kafir. Sungguh mengherankan golongan Musyabbihah seperti orang-orang Wahhabi ni !!!. Mereka telah meyakini bahwa Allah sama besarnya dgn 'arsy kemudian mereka mengatakan bahwa Allah turun secara fisik ke langit dunia, padahal mereka mengetahui bahwa langit dunia dibandingkan dgn 'arsy bagaikan setetes air di laut yg luas. Jadi keyakinan mereka ni adlh bukti kepicikan nalar mereka.. Konsekwensi dari perkataan mereka ni jg bahwa Allah akan berada pd kondisi turun dan naik supaya sesuai dgn waktu malam di seluruh bagian bumi ni karena waktu malam berbeda-beda sesuai dgn daerah masing-masing, dan ni jg bukti lain dari ketololan mereka.
Adapun makna hadits yg sesungguhnya adlh bahwa para malaikat turun dgn perintah Allah ke langit dunia lalu mereka berada di sana selama sepertiga malam terakhir dan menyampaikan apa yg diperintahklan oleh Allah. Mereka mengulang-ulang hingga terbit fajar perkataan:
" إ٠ربÙÙ ÙÙÙ٠٠٠ذا اÙØ°Ù ÙسأÙÙÙ ÙأعطÙÙ ، ٠٠ذا اÙØ°Ù ÙدعÙÙÙ ÙأستجÙب ÙÙ ، ٠٠ذا اÙØ°Ù ÙستغÙرÙÙ ÙأغÙر ÙÙ "
Sesungguhnya tuhan kalian berkata: siapa yg ingin meminta kepada-Ku maka akan Aku beri, siapa yg berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, siapa yg memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni
Kemudian para malaikat tersebut kembali naik ke tempat mereka sebagaimana terdapat dlm riwayat Imam an-Nasa-i yg sahih:
" إ٠اÙÙÙ ÙÙ ÙÙ Øت٠Ù٠ض٠شطر اÙÙÙ٠اÙØ£ÙÙ ÙÙأ٠ر Ù ÙادÙا ÙÙÙاد٠... "
Maknanya: "Sesungguhnya Allah membiarkan malam berlalu hingga lewat sepertiga malam pertama lalu Dia menyuruh seseorang yg menyerukan....
Bahkan sebagian perawi Sahih al Bukhari membaca hadits tersebut dgn memberi harakat dlammah pd huruf ya' (Ù) dari kata : ÙÙÙز٠" " jadi maknanya: Sesungguhnya Allah menurunkan , yakni memerintahkan malaikat untk turun.
Jadi orang yg menyerupakan Allah dgn makhluk-Nya, meskipun hanya dgn salah satu sifat saja dari sekian banyak sifat makhluk maka dia adlh Musyabbih Mujassim, dan Mujassim adlh kafir sebagaimana dikatakan oleh al Imam asy- Syafi’i -semoga Allah meridlainya-.
Sedangkan makna perkataan Imam ar-Rifa’i:
( ÙØ¥Ù Ø°Ù٠٠٠أصÙ٠اÙÙÙر (
adlh bahwa berpegangan (meyakini) dgn zhahir ayat-ayat dan hadits-hadits mutasyabihat menjatuhkan orang dlm kekufuran karena hal itu menjatuhkan mereka dlm tasybih, yg merupakan salah satu pangkal kekufuran.
Al Imam ar-Rifa'i berkata:
"غاÙØ© اÙ٠عرÙØ© باÙÙ٠اÙØ¥ÙÙا٠بÙجÙد٠تعاÙ٠بÙا ÙÙÙ ÙÙا Ù ÙاÙ".
"Batas akhir pengetahuan seorang hamba tentang Allah adlh meyakini bahwa Allah ta'ala ada tanpa bagaimana (sifat-sifat makhluk) dan ada tanpa tempat". (Disebutkan oleh al Imam ar-Rifa'i dlm kitabnya Hal Ahl al Haqiqah ma'a Allah).
PENJELASAN :
Maksudnya adlh bahwa puncak dan batas akhir yg bisa dilakukan oleh seorang hamba untk mengenal Allah adlh dgn meyakini sepenuhnya bahwa Allah ada tanpa disifati dgn sifat-sifat makhluk (Kayf) dan ada tanpa tempat. Inilah puncak pengetahuan para Nabi, para malaikat dan para wali terhadap Allah subhanahu wata’ala, karena mengenal Allah bukan dgn cara membayangkan(Dzat)-Nya, bukan dgn cara memperkirakan bentuk tertentu bagi-Nya dan jg bukan dgn cara menyerupakan-Nya dgn makhluk, karena Allah bukanlah benda dan Allah jg tak memiliki serupa, bagaimana mungkin bisa dibayangkan !!?
Sesuatu yg memiliki bentuk yg bisa digambarkan, sedangkan sesuatu yg tak memiliki bentuk dan ukuran tak akan bisa dibayangkan. Mengenal Allah adlh dgn meyakini bahwa Allah ada tanpa membayangkan-Nya bahwa Dia ada pd salah satu arah seperti arah atas misalnya.
Jika orang Wahhabi mengatakan : Sesuatu yg ada itu pasti berada di salah satu arah yg ada, bagaimana bisa kalian mengatakan bahwa Allah ada tanpa arah, tanpa tempat !? Jawabannya adalah: Karena seandainya Allah berada di suatu arah dan tempat niscaya ada banyak serupa bagi Allah, seandainya Allah memiliki arah niscaya ada yg menjadikan-Nya berada pd arah tersebut, padahal tiap yg ditentukan oleh yg lain itu pasti adlh makhluk dan makhluk jelas bukan tuhan. Inilah makna perkataan Imam ar-Rifa’i. Perkataan beliau ni adlh salah satu mutiara ilmu aqidah. Beliau menyatakan perkataannya ni dlm kitabnya Haalatu Ahli Haqiqah Ma’a Allah :
Ùع٠، ÙÙد أسÙر اÙØµØ¨Ø Ùذ٠عÙÙÙÙ
Iya, sungguh telah terlihat dgn jelas kebenaran ni bagi orang yg memiliki penglihatan (dua mata).
Sebagian ulama mengatakan:
عÙÙ٠بطÙ٠اÙص٠ت Ùا صاØب اÙØجا #
ÙتسÙÙÙ Ù٠اÙدÙÙا ÙÙÙ٠اÙÙÙا٠ة
"Hendaklah engkau memperbanyak diam wahai orang yg berakal, agar engkau selamat di dunia dan hari kiamat kelak".
PENJELASAN :
Perkataan ni diambil dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam kepada Abu Dzarr -semoga Allah meridlainya-:
" عÙÙ٠بطÙ٠اÙص٠ت Ø¥Ùا Ù Ù Ø®ÙÙر ÙØ¥Ù٠٠طردة ÙÙØ´Ùطا٠عÙÙ ÙعÙÙ Ù٠عÙ٠أ٠ر دÙÙÙ " Ø&
Sedangkan orang yg meyakini bahwa Allah adlh benda yg sama besarnya dgn 'arsy, memenuhi 'arsy / separuh dari 'arsy / meyakini bahwa Allah lebih besar dari 'arsy dari segala arah kecuali arah bawah / bahwa Allah adlh cahaya yg bersinar gemerlapan / bahwa Allah adlh benda yg besar dan tak berpenghabisan / berbentuk seorang yg muda / remaja / orang tua yg beruban, maka semua orang ni tak mengenal Allah. Mereka tak menyembah Allah, meskipun mereka mengira diri mereka muslim. Mereka bukanlah orang yg menyembah (beribadah) Allah, yg mereka sembah adlh sesuatu yg mereka bayangkan dan gambarkan dlm diri mereka, sesuatu yg sesungguhnya tak ada. Musibah mereka yg paling besar adlh bahwa mereka tak memahami adanya sesuatu yg bukan benda. Oleh karena itu mereka -dengan segenap upaya- berusaha menjadikan Allah benda yg bersifat dgn sifat-sifat benda pula, lalu bagaimana bisa mereka mengaku mengenal dan memahami firman Allah ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡ dan beriman kepadanya ?!!. Seandainya mereka benar-benar mengetahui ayat tersebut dan beriman dengannya niscaya mereka tak akan menjadikan Allah sebagai benda, karena alam ni seluruhnya adlh benda dan sifat-sifat benda.
Seandainya terjadi perdebatan antara orang-orang Musyabbihah (orang-orang yg menyerupakan Allah dgn makhluk-Nya) seperti orang Wahhabi -yang meyakini bahwa Allah adlh benda, yg memiliki ukuran- dgn orang yg menyembah matahari. Orang Wahhabi akan mengatakan kepada penyembah matahari: Anda, wahai penyembah matahari, matahari yg engkau sembah ni tak berhak untk menjadi tuhan. Penyembah matahari akan menjawab dan berkata kepada orang Wahhabi: bagaimana mungkin matahari tak berhak untk disembah, padahal bentuknya indah, manfaatnya sangat besar, anda bisa melihatnya dan saya jg melihatnya dan semua orang melihatnya, semua orang mengetahui dgn baik manfaatnya. Bagaimana mungkin agama saya batil dan agamamu benar, sementara anda menyembah sesuatu yg anda bayangkan dlm diri anda, anda tak melihatnya dan kami jg tak melihatnya, anda mengatakan tuhan anda adlh bentuk yg besar yg duduk di atas 'arsy ?!!.
Orang Wahhabi tak akan memiliki dalil 'aqli (argumen rasional) untk menjawabnya, seandainya orang Wahhabi mengatakan : al Qur'an telah menegaskan bahwa Allah adlh pencipta alam, Dia-lah yg berhak untk disembah, tak ada sesuatu selain-Nya yg berhak untk disembah. Maka orang yg menyembah matahari tersebut akan mengatakan kepadanya: Saya tak beriman dgn kitab suci anda, berikan kepada saya dalil 'aqli bahwa matahari tak berhak untk dijadikan tuhan yg disembah dan bahwa apa yg anda sembah yg anda bayangkan (dalam benak anda) itu berhak untk disembah !. Maka orang Wahhabi akan terdiam dan membisu.
Sedangkan kita, Ahlussunnah memiliki jawaban yg rasional. Kita akan mengatakan kepada penyembah matahari : matahari yg anda sembah, mempunyai ukuran tertentu dan bentuk tertentu, karenanya pasti membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan tuhan kami, Ia adlh sesuatu yg ada tetapi tak menyerupai segala sesuatu yg ada, tak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, Dia tak memiliki ukuran, tak memiliki bentuk, tak memiliki arah, tak memilki tempat dan tak memiliki permulaan. Inilah Dzat yg ada, yg kami sembah yg dinamakan Allah. Dialah yg berhak untk disembah. Dia yg menciptakan matahari yg anda sembah, manusia dan segala sesuatu yg lain.
Seorang Sunni; penganut akidah Ahlussunnah ketika mengeluarkan hujjah 'aqli ni tanpa mengatakan: Allah ta'ala berfirman demikian, telah mampu mengalahkan orang kafir yg menyembah matahari tersebut. Maka segala puji bagi Allah yg telah memberikan kita petunjuk kepada keyakinan yg benar ini, kita tak akan menemukan kebenaran dan petunjuk semacam ni seandainya tak karena mendapat petunjuk Allah.
Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata:
" ٠٠زع٠أ٠إÙÙÙا Ù ØدÙد ÙÙد جÙ٠اÙخاÙ٠اÙ٠عبÙد" (رÙا٠أب٠ÙعÙÙ )
Maknanya: "Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tak mengetahui Tuhan yg wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H) dlm Hilyah al Auliya, juz I hal. 72).
PENJELASAN :
Maksud dari perkataan sayyidina Ali ni adlh bahwa orang yg berkeyakinan / beranggapan bahwa Allah adlh benda yg besar / kecil maka dia adlh kafir, tak mengenal Allah, seperti orang yg meyakini bahwa Allah menempati salah satu arah seperti arah atas. Karena dgn keyakinan seperti ni orang tersebut telah menjadikan Allah mahdud (memiliki ukuran), padahal tiap yg mahdud (berukuran besar / kecil) pasti membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut, sementara yg membutuhkan itu lemah dan yg lemah mustahil menjadi tuhan.
Jadi dlm perkataan sayyidina 'Ali radliyallahu 'anhu terdapat dalil yg jelas bahwa Allah ta'ala maha suci dari hadd (ukuran) sama sekali. Maka barangsiapa yg menyandarkan kepada Allah sifat duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak maka sesungguhnya dia tak mengenal Allah, dan barangsiapa yg tak mengenal Allah maka ia sesungguhnya masih berstatus kafir.
Haba' memiliki ukuran, semut memiliki ukuran, manusia memiliki ukuran, matahari memiliki ukuran, langit memiliki ukuran, 'arsy memiliki ukuran. Jadi masing-masing yg disebutkan memiliki ukuran dan membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut.
Jadi, tiap sesuatu yg memiliki ukuran pasti dia adlh makhluk, yg membutuhkan (kepada selainnya) dan lemah maka tidaklah sah baginya sifat ketuhanan. Ketuhanan hanya sah bagi yg tak memiliki ukuran sama sekali yaitu Allah subahanahu wata'ala, yg tak membutuhkan kepada seluruh alam, yg tak mempunyai bentuk dan ukuran.
Al Imam al Ghazali -semoga Allah merahmatinya- berkata :
"Ùا ØªØµØ Ø§Ùعبادة Ø¥Ùا بعد ٠عرÙØ© اÙ٠عبÙد"
Maknanya: Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yg wajib disembah.
Jadi barangsiapa yg tak mengenal Allah dgn menjadikan-Nya memiliki ukuran yg tak berpenghabisan misalnya maka dia adlh kafir. Dan tak sah bentuk-bentuk ibadah yg dilakukannya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain.
Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- ( 227-321 H) mengatakan :
"تعاÙÙÙ (ÙعÙ٠اÙÙÙ) ع٠اÙØدÙد ÙاÙغاÙات ÙاÙأرÙا٠ÙاÙأعضاء ÙاÙأدÙات Ùا تØÙÙ٠اÙجÙات اÙست Ùسائر اÙ٠بتدعات".
"Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yg besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yg kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tak seperti makhluk-Nya yg diliputi enam arah penjuru tersebut".
PENJELASAN :
Imam ath-Thahawi adlh Ahmad bin Muhammad bin Sallamah, lahir tahun 227 H. Jadi beliau masuk dlm makna hadits yg disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam :
" Ø®ÙÙر اÙÙرÙÙ ÙرÙ٠ث٠اÙØ°ÙÙ ÙÙÙÙÙ٠ث٠اÙØ°ÙÙ ÙÙÙÙÙÙ " رÙا٠اÙتر٠ذÙ
Maknanya: "Sebaik-baik abad adlh abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya" (H.R. at-Tirmidzi)
Beliau menyebutkan perkataan tersebut dlm kitab aqidahnya, yg merupakan penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, sebuah karya yg diterima dan dipakai oleh seluruh ummat dari generasi ke generasi.
Maksud dari Ta'ala (تعاÙÙÙ ) adlh bahwa Allah maha suci. Allah maha suci dari Hudud (اÙØدÙد) maksudnya bahwa Allah maha suci dari Hadd sama sekali. Hadd adlh benda dan ukuran, besar maupun kecil. Suatu benda pasti berada pd suatu tempat dan arah. Sedangkan Allah maha suci dari berupa benda, berarti Allah ada tanpa tempat. Seandainya Allah adlh benda niscaya akan ada banyak serupa bagi-Nya, padahal Allah ta'ala telah berfirman :
ÙÙا تضربÙا ÙÙ٠اÙأ٠ثا٠(سÙرة اÙÙØÙ : 74)
Maknanya : "Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah ". (Q.S. an-Nahl : 74)
Jadi barangsiapa yg mengatakan bahwa Allah memiliki hadd, kita tak mengetahui hadd tersebut, Allah-lah yg mengetahuinya sungguh dia telah kafir.
Makna Ùا تØÙÙ٠اÙجÙات اÙست) ) bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah / di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yg dimaksud adlh adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Maksud dari (Ùسائر اÙ٠بتدعات) adlh bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tak bisa digambarkan dlm hati dan benak manusia. Al Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:
"Ù Ù٠ا تصÙرت بباÙÙ ÙاÙÙ٠بخÙا٠ذÙÙ" رÙا٠أب٠اÙÙض٠اÙت٠ÙÙ Ù
Maknanya: "Apapun yg terlintas dlm benak kamu (tentang Allah), maka Allah tak seperti itu". (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi)
Jika ditanyakan: Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yg ada tetapi tak bisa dibayangkan dan digambarkan dgn benak)? Maka jawabannya adlh : Bahwa di antara makhluk ada yg tak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tak ada. Tidak ada satupun di antara kita yg bisa membayangkan dlm dirinya bagaimana ada suatu waktu / masa yg berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya ?!. Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yg berlalu tanpa dibarengi dgn cahaya dan kegelapan, karena Allah ta'ala berfirman :
Ùجع٠اÙظÙ٠ات ÙاÙÙÙر (سÙرةاÙØ£Ùعا٠: 1)
Maknanya: "... dan yg telah menjadikan kegelapan dan cahaya" (Q.S. al An'am: 1)
yakni menjadikan kegelapan dan cahaya setelah sebelumnya tak ada.
Jika demikian halnya yg terjadi pd makhluk, maka lebih utama kita beriman dan percaya tentang Allah Yang mengatakan tentang Dzat-Nya ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡"", jadi Allah tak tergambar dlm benak dan tak diliputi oleh akal, Allah ada, maha suci dari bentuk dan ukuran, ada tanpa tempat dan arah.
Al Imam ath-Thahawi jg mengatakan:
" ÙÙ Ù Ùص٠اÙÙ٠ب٠عÙ٠٠٠٠عاÙÙ٠اÙبشر ÙÙد ÙÙر"
"Barangsiapa menyifati Allah dgn salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".
PENJELASAN :
Barangsiapa menyifati Allah dgn salah satu sifat manusia maka ia telah kafir. Sifat-sifat manusia banyak sekali. Sifat yg paling menonjol adlh baharu, yakni ada setelah sebelumnya tak ada. Di antara sifat manusia jg adlh mati, berubah, berpindah dari satu keadaan ke keadaan yg lain, bergerak, diam, infi'al (merespon peristiwa dgn kegembiraan / kesedihan / semacamnya yg nampak dlm raut muka dan gerakan anggota tubuh), turun dari atas ke bawah, naik dari bawah ke atas, berpindah, memiliki warna, bentuk, panjang, pendek, bertempat pd suatu arah dan tempat, membutuhkan, memperoleh pengetahuan yg baru, terkena lupa, bodoh, duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dgn jarak, berjarak, menempel, berpisah dan lain-lain. Jadi barangsiapa mensifati Allah dgn salah satu sifat manusia tersebut maka dia telah kafir.
Al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H) dlm al Burhan al Mu-ayyad berkata:
"صÙÙÙا عÙائدÙ٠٠٠اÙت٠س٠بظاÙر ٠ا تشاب٠٠٠اÙÙتاب ÙاÙسÙØ© ÙØ¥Ù Ø°Ù٠٠٠أصÙ٠اÙÙÙر"
"Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yg mutasyabihat sebab hal ni merupakan salah satu pangkal kekufuran".
PENJELASAN :
Imam ar-Rifa'i hidup pd abad ke enam hijriyyah, beliau adlh seorang ahli hadits, ahli tafsir, pengikut al Imam al Asy'ari dlm rumusan aqidah dan pengikut madzhab Syafi'i dlm fiqih. Beliau adlh orang paling mulia dan paling alim di masanya. Beliau sangat menekankan tanzih (mensucikan Allah ta'ala dari menyerupai makhluk). Di antara perkataan beliau dlm masalah tanzih adlh perkataan yg beliau sebutkan dlm kitabnya "al Burhan al Muayyad" tersebut. Maksud perkataan beliau adlh bahwa orang yg mengambil zhahir sebagian ayat al Qur'an dan hadits Nabi, yg memberikan persangkaan bahwa Allah adlh benda yg bersemayam di atas 'arsy / bahwa Allah berada di arah bumi / bahwa Allah mempunyai anggota badan, bergerak dan yg semacamnya maka orang tersebut telah kafir.
Seperti orang yg menafsirkan ayat :
اÙرØ٠٠عÙ٠اÙعرش استÙÙ
dgn duduk maka orang tersebut telah kafir. Karena mengatakan duduk bagi Allah adlh cacian terhadap-Nya sebab duduk adlh sifat malaikat, Jin, manusia, anjing, babi dan monyet. Makna ayat tersebut yg benar adlh bahwa Allah (اÙعرش ÙÙر ) menundukkan dan menguasai 'arsy. Makna ni layak bagi Allah karena Allah dlm al Qur'an menamakan Dzat-Nya اÙÙ٠اÙÙاØد اÙÙÙار Maknanya: "Allah maha esa lagi maha berkuasa". Oleh karena itu kaum muslimin menamakan anak mereka Abdul Qahir dan Abdul Qahhar, tak ada seorangpun yg menamakan anaknya Abdul Jalis / Abdul Qa'id. Bahkan meskipun orang tersebut mengatakan bahwa Allah berada di atas 'arsy dgn ada jarak tanpa menyentuhnya tetap saja dia kafir. Karena tiap sesuatu yg berada di atas sesuatu yg lain pasti berkemungkinan berukuran sama dgn sesuatu tersebut / lebih besar / lebih kecil. Dan segala sesuatu yg menerima ukuran maka dia adlh makhluk, yg membutuhkan kepada yg menjadikannya dlm ukuran tersebut.
Sedangkan pernyataan golongan Musyabbihah seperti orang-orang Wahhabi bahwa Allah bertempat di atas 'arsy, di mana tak ada tempat, pernyataan ni terbantah dgn hadits riwayat al Bukhari, al Bayhaqi dan lainnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
" إ٠اÙÙÙ Ù٠ا Ùض٠اÙØ®ÙÙ Ùتب ÙÙ Ùتاب ÙÙÙ Ù ÙضÙع عÙد٠ÙÙ٠اÙعرش إ٠رØ٠ت٠غÙبت غضب٠"
Maknanya: "Sesungguhnya Allah ketika menciptakan makhluk menciptakan kitab (tulisan) yg terletak di atas 'arsy dan dimuliakan oleh Allah yg berbunyi sesungguhnya (tanda-tanda) rahmat-Ku lebih banyak dari (tanda-tanda) murka-Ku" (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan lainnya)
Dan dlm riwayat Ibnu Hibban: "ÙÙ٠٠رÙÙع ÙÙ٠اÙعرش" Maknanya: "Dan kitab itu terangkat di atas 'arsy".
Jadi hadits ni adlh dalil bahwa di atas 'arsy terdapat tempat, kalau tak niscaya Rasulullah tak mengatakan bahwasanya kitab tersebut diletakkan di atas 'arsy.
Adapun makna kalimat (عÙدÙ) adlh bahwa kitab tersebut dimuliakan karena kalimat (عÙد) bisa bermakna Tasyrif (memuliakan) seperti firman Allah ta'ala tentang orang-orang yg saleh:
ÙØ¥ÙÙ٠عÙدÙا Ù٠٠اÙ٠صطÙÙ٠اÙأخÙار (سÙرة ص : 47)
Maknanya: "Dan sesungguhnya mereka mulia menurut kami, termasuk orang-orang pilihan yg paling baik" (Q.S. Shaad : 47)
Jelas dlm ayat ni kalimat (عÙدÙا) mengandung arti untk memuliakan bukan berarti bahwa orang-orang saleh tersebut berdekatan dgn Allah, mengambil tempat di mana Allah bertempat di sana. Jadi orang-orang musyabbihah dgn keyakinan tersebut, telah menjadikan kitab sebagai bandingan dan serupa bagi Allah dan dgn ni mereka telah mendustakan firman Allah: ÙÙس ÙÙ Ø«ÙÙ Ø´ÙØ¡" " .
Demikian jg orang yg menafsirkan firman Allah:
إ٠ربÙ٠اÙÙ٠اÙØ°Ù Ø®Ù٠اÙس٠Ùات ÙاÙأرض Ù٠ستة Ø£Ùا٠ث٠استÙ٠عÙ٠اÙعرش (سÙرة اÙأعرا٠: 54)
Dengan mengatakan bahwa Allah berada pd arah bumi (bawah) kemudian naik ke langit lalu menciptakannya, setelah menyelesaikan penciptaan di langit kemudian Dia naik ke 'arsy lalu bersemayam di atasnya, maka dia telah kafir. Sedangkan makna yg sebenarnya dari ayat tersebut adlh bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dan sebelum itu telah menguasai 'arsy. Jadi kalimat (Ø«Ù ) di sini sama maknanya dgn (Ù) -Wawu-, berarti "dan" (bukan kemudian). Al Imam Abu Manshur al Maturidi -semoga Allah meridlainya- berkata: ث٠استÙ٠عÙ٠اÙعرش" " artinya adlh " ÙÙد استÙ٠عÙ٠اÙعرش " " Sungguh Allah telah menguasai 'arsy ".
Demikian jg orang yg menafsirkan ayat:
ÙØ£ÙÙ٠ا تÙÙÙا ÙØ«Ù Ùج٠اÙÙÙ (سÙرة اÙبÙرة : 115)
dgn anggota tubuh, yaitu muka / bahwa Allah berada di arah bumi maka dia telah kafir. Makna " Ùج٠اÙÙÙ" yg benar adlh " ÙبÙØ© اÙÙÙ " kiblat Allah, sebagaimana dikatakan oleh Mujahid; murid Abdullah ibn 'Abbas -semoga Allah meridlai mereka-.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
ÙÙ Ø´ÙØ¡ ÙاÙ٠إÙا ÙجÙÙ (سÙرة اÙÙصص : 88)
dgn mengatakan bahwa alam ni adlh Ø´ÙØ¡ ; sesuatu, maka ia akan punah, Allah jg Ø´ÙØ¡ ; sesuatu berarti akan punah pula dan tak ada yg tersisa dari Allah kecuali bagian muka, maka orang ni dihukumi kafir sebagaimana penafsiran ni pernah dikemukakan oleh salah seorang dari golongan Musyabbihah, yaitu Bayan bin Sam'an at-Tamimi. Padahal makna " ÙجÙÙÙ " yg benar dlm ayat ni adlh (اÙÙ ÙÙÙ ); kekuasaan Allah / (٠ا ÙتÙرب ب٠إÙ٠اÙÙÙ ); amal yg mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana ditakwilkan oleh Imam al Bukhari dan Sufyan ats-Tsawri -semoga Allah meridlai keduanya-.
Demikian jg orang yg menafsirkan firman Allah:
تجر٠بأعÙÙÙا (سÙرة اÙÙ٠ر : 14)
dgn anggota tubuh, yaitu mata maka dia telah kafir. Makna " بأعÙÙÙا " yg sebenarnya adlh (اÙØÙظ ); pemeliharaan Allah sebagaimana dikatakan oleh para ahli tafsir.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
Ùد اÙÙÙ ÙÙ٠أÙدÙÙÙ (سÙرة اÙÙØªØ : 10)
dgn tangan yg merupakan anggota badan maka dia telah kafir. Makna " Ùد اÙÙÙ " di sini adlh (اÙعÙد ) janji sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
Begitu jg orang yg menafsirkan firman Allah :
Ùجاء رب٠(سÙرة اÙÙجر : 22)
dgn menyatakan bahwa Allah bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yg lain maka dia telah kafir. Makna yg benar adlh (Ùجاءت Ùدرت٠) ; datang kekuasaan Allah yakni tanda kekuasaan-Nya, sebagaimana ditafsirkan oleh al Imam Ahmad bin Hanbal -semoga Allah meridlainya-. Perkataan al Imam Ahmad ni diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dgn sanad yg sahih.
Begitu jg orang yg menafsirkan ayat:
أأ٠Ùت٠٠٠Ù٠اÙس٠اء (سÙرة اÙÙ ÙÙ : 16)
dgn menyatakan bahwa Allah bertempat di langit maka dia telah kafir. Makna (Ù Ù Ù٠اÙس٠اء ) yg sebenarnya adlh Malaikat sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al Huffazh (guru para ahli hadits) al Hafizh Zainuddin 'Abdur Rahim al 'Iraqi -semoga Allah merahmatinya- dlm kitabnya " al Amaaliyy al Mishriyyah " ketika menafsirkan hadits : " ارØÙ Ùا Ù Ù Ù٠اÙأرض ÙرØÙ ÙÙ Ù Ù Ù٠اÙس٠اء " . Beliau menafsirkannya dgn riwayat lain :
" ارØÙ Ùا Ø£Ù٠اÙأرض ÙرØÙ Ù٠أÙ٠اÙس٠اء " .
Demikian jg orang yg menafsirkan hadits al Jaariyah; hadits tentang budak perempuan yg hitam yg terdapat dlm Sahih Muslim dgn mengatakan bahwa Allah bertempat di arah atas maka dia telah kafir. Hadits ni sesungguhnya telah dikritik oleh sebagian ulama dan ahli hadits. Mereka menganggapnya sebagai hadits yg mudltharib (diriwayatkan dgn lafazh matan yg berbeda-beda dan saling bertentangan sehingga menjadikannya dihukumi sebagai hadits dla’if) dan ma'luul (hadits yg terdapat 'illah -cacat- di dalamnya) karena telah menyalahi prinsip-prinsip ajaran Islam. Rasululullah shallallahu 'alayhi wasallam jelas mustahil menghukumi seseorang sebagai muslim hanya karena mengatakan: "Allah di langit" karena perkataan "Allah di langit" adlh perkataan orang-orang Yahudi dan Nasrani, bagaimana mungkin kalimat ni menjadi tanda keimanan seseorang?!. Sebagian ulama yg lain menyebutkan hadits ni dan mentakwilnya bahwa pertanyaan Nabi kepada budak perempuan tersebut maknanya adlh "Setinggi apa pengagunganmu terhadap Allah ?" , sedangkan arti dari jawabannya (Ù٠اÙس٠اء ) adlh bahwa Allah sangat tinggi derajat-Nya. Jadi baik mengikuti pendapat pertama maupun pendapat kedua tentang hadits ni tetap tak ada hujjah bagi orang-orang Wahhabi dlm hadits Jaariyah ini.
Begitu jg orang yg menafsirkan hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam :
" ÙÙÙز٠ربÙا تبار٠ÙتعاÙÙ ÙÙ ÙÙÙØ© Ø¥Ù٠اÙس٠اء اÙدÙÙا ØÙÙ ÙبÙÙ Ø«ÙØ« اÙÙÙ٠اÙآخر ÙÙÙÙ Ù Ù ÙدعÙÙÙ ÙأستجÙب ÙÙ Ù Ù ÙسأÙÙÙ ÙأعطÙÙ Ù Ù ÙستغÙرÙÙ ÙأغÙر ÙÙ "
Dengan mengatakan bahwa Allah bergerak dan turun dari atas ke langit dunia dan berdiam di sana hingga terbit fajar kemudian naik ke 'arsy maka dia telah kafir. Sungguh mengherankan golongan Musyabbihah seperti orang-orang Wahhabi ni !!!. Mereka telah meyakini bahwa Allah sama besarnya dgn 'arsy kemudian mereka mengatakan bahwa Allah turun secara fisik ke langit dunia, padahal mereka mengetahui bahwa langit dunia dibandingkan dgn 'arsy bagaikan setetes air di laut yg luas. Jadi keyakinan mereka ni adlh bukti kepicikan nalar mereka.. Konsekwensi dari perkataan mereka ni jg bahwa Allah akan berada pd kondisi turun dan naik supaya sesuai dgn waktu malam di seluruh bagian bumi ni karena waktu malam berbeda-beda sesuai dgn daerah masing-masing, dan ni jg bukti lain dari ketololan mereka.
Adapun makna hadits yg sesungguhnya adlh bahwa para malaikat turun dgn perintah Allah ke langit dunia lalu mereka berada di sana selama sepertiga malam terakhir dan menyampaikan apa yg diperintahklan oleh Allah. Mereka mengulang-ulang hingga terbit fajar perkataan:
" إ٠ربÙÙ ÙÙÙ٠٠٠ذا اÙØ°Ù ÙسأÙÙÙ ÙأعطÙÙ ، ٠٠ذا اÙØ°Ù ÙدعÙÙÙ ÙأستجÙب ÙÙ ، ٠٠ذا اÙØ°Ù ÙستغÙرÙÙ ÙأغÙر ÙÙ "
Sesungguhnya tuhan kalian berkata: siapa yg ingin meminta kepada-Ku maka akan Aku beri, siapa yg berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, siapa yg memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni
Kemudian para malaikat tersebut kembali naik ke tempat mereka sebagaimana terdapat dlm riwayat Imam an-Nasa-i yg sahih:
" إ٠اÙÙÙ ÙÙ ÙÙ Øت٠Ù٠ض٠شطر اÙÙÙ٠اÙØ£ÙÙ ÙÙأ٠ر Ù ÙادÙا ÙÙÙاد٠... "
Maknanya: "Sesungguhnya Allah membiarkan malam berlalu hingga lewat sepertiga malam pertama lalu Dia menyuruh seseorang yg menyerukan....
Bahkan sebagian perawi Sahih al Bukhari membaca hadits tersebut dgn memberi harakat dlammah pd huruf ya' (Ù) dari kata : ÙÙÙز٠" " jadi maknanya: Sesungguhnya Allah menurunkan , yakni memerintahkan malaikat untk turun.
Jadi orang yg menyerupakan Allah dgn makhluk-Nya, meskipun hanya dgn salah satu sifat saja dari sekian banyak sifat makhluk maka dia adlh Musyabbih Mujassim, dan Mujassim adlh kafir sebagaimana dikatakan oleh al Imam asy- Syafi’i -semoga Allah meridlainya-.
Sedangkan makna perkataan Imam ar-Rifa’i:
( ÙØ¥Ù Ø°Ù٠٠٠أصÙ٠اÙÙÙر (
adlh bahwa berpegangan (meyakini) dgn zhahir ayat-ayat dan hadits-hadits mutasyabihat menjatuhkan orang dlm kekufuran karena hal itu menjatuhkan mereka dlm tasybih, yg merupakan salah satu pangkal kekufuran.
Al Imam ar-Rifa'i berkata:
"غاÙØ© اÙ٠عرÙØ© باÙÙ٠اÙØ¥ÙÙا٠بÙجÙد٠تعاÙ٠بÙا ÙÙÙ ÙÙا Ù ÙاÙ".
"Batas akhir pengetahuan seorang hamba tentang Allah adlh meyakini bahwa Allah ta'ala ada tanpa bagaimana (sifat-sifat makhluk) dan ada tanpa tempat". (Disebutkan oleh al Imam ar-Rifa'i dlm kitabnya Hal Ahl al Haqiqah ma'a Allah).
PENJELASAN :
Maksudnya adlh bahwa puncak dan batas akhir yg bisa dilakukan oleh seorang hamba untk mengenal Allah adlh dgn meyakini sepenuhnya bahwa Allah ada tanpa disifati dgn sifat-sifat makhluk (Kayf) dan ada tanpa tempat. Inilah puncak pengetahuan para Nabi, para malaikat dan para wali terhadap Allah subhanahu wata’ala, karena mengenal Allah bukan dgn cara membayangkan(Dzat)-Nya, bukan dgn cara memperkirakan bentuk tertentu bagi-Nya dan jg bukan dgn cara menyerupakan-Nya dgn makhluk, karena Allah bukanlah benda dan Allah jg tak memiliki serupa, bagaimana mungkin bisa dibayangkan !!?
Sesuatu yg memiliki bentuk yg bisa digambarkan, sedangkan sesuatu yg tak memiliki bentuk dan ukuran tak akan bisa dibayangkan. Mengenal Allah adlh dgn meyakini bahwa Allah ada tanpa membayangkan-Nya bahwa Dia ada pd salah satu arah seperti arah atas misalnya.
Jika orang Wahhabi mengatakan : Sesuatu yg ada itu pasti berada di salah satu arah yg ada, bagaimana bisa kalian mengatakan bahwa Allah ada tanpa arah, tanpa tempat !? Jawabannya adalah: Karena seandainya Allah berada di suatu arah dan tempat niscaya ada banyak serupa bagi Allah, seandainya Allah memiliki arah niscaya ada yg menjadikan-Nya berada pd arah tersebut, padahal tiap yg ditentukan oleh yg lain itu pasti adlh makhluk dan makhluk jelas bukan tuhan. Inilah makna perkataan Imam ar-Rifa’i. Perkataan beliau ni adlh salah satu mutiara ilmu aqidah. Beliau menyatakan perkataannya ni dlm kitabnya Haalatu Ahli Haqiqah Ma’a Allah :
Ùع٠، ÙÙد أسÙر اÙØµØ¨Ø Ùذ٠عÙÙÙÙ
Iya, sungguh telah terlihat dgn jelas kebenaran ni bagi orang yg memiliki penglihatan (dua mata).
Sebagian ulama mengatakan:
عÙÙ٠بطÙ٠اÙص٠ت Ùا صاØب اÙØجا #
ÙتسÙÙÙ Ù٠اÙدÙÙا ÙÙÙ٠اÙÙÙا٠ة
"Hendaklah engkau memperbanyak diam wahai orang yg berakal, agar engkau selamat di dunia dan hari kiamat kelak".
PENJELASAN :
Perkataan ni diambil dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam kepada Abu Dzarr -semoga Allah meridlainya-:
" عÙÙ٠بطÙ٠اÙص٠ت Ø¥Ùا Ù Ù Ø®ÙÙر ÙØ¥Ù٠٠طردة ÙÙØ´Ùطا٠عÙÙ ÙعÙÙ Ù٠عÙ٠أ٠ر دÙÙÙ " Ø&
source : http://tribunnews.com, http://stackoverflow.com
Post A Comment:
0 comments: