KUMPULAN SEBAGIAN HADIST HADIST DHOIF TENTANG HAJI DAN UMROH

Share it:

terjoko.blogspot.com - Setiap muslim pastilah mengetahui bahwa ibadah haji ke Baitullah merupakan salah satu rukun dari lima rukun agamanya. Dan kini, bulan pelaksanaan haji telah menjelang. Jutaan kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia akan membanjiri tanah suci yg dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Ucapan talbiyah menyambut panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala terluncur dari lisan tamu-tamu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ù„َبَّÙŠْÙƒَ اللّÙ‡ُÙ…َّ Ù„َبَّÙŠْÙƒَ، Ù„َبَّÙŠْÙƒَ لاَ Ø´َرِÙŠْÙƒَ Ù„َÙƒَ Ù„َبَّÙŠْÙƒَ، Ø¥ِÙ†َّ الْØ­َÙ…ْدَ ÙˆَالنِّعْÙ…َØ©َ Ù„َÙƒَ ÙˆَالْÙ…ُÙ„ْÙƒَ لاَ Ø´َرِÙŠْÙƒَ Ù„َÙƒَ
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu tak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kerajaan adlh milik-Mu, tak ada sekutu bagi-Mu. KUMPULAN SEBAGIAN HADIST HADIST DHOIF TENTANG HAJI DAN UMROH Berangkat ke tanah suci, melaksanakan ibadah haji dan umrah ni merupakan impian tiap insan beriman mewujudkan titah Allah Yang Maha Rahman, yg telah berfirman:
ÙˆَÙ„ِÙ„ّÙ‡ِ عَÙ„َÙ‰ النَّاسِ Ø­ِجُّ الْبَÙŠْتِ Ù…َÙ†ِ اسْتَØ·َاعَ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙ‡ِ سَبِÙŠْلاً ÙˆَÙ…َÙ†ْ Ùƒَفَرَ فَØ¥ِÙ†َّ اللهَ غَÙ†ِÙŠٌّ عَÙ†ِ الْعَالَÙ…ِÙŠْÙ†َ
Mengerjakan haji adlh kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yg mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali ‘Imran: 97) Tapi yg sangat disayangkan, banyak sekali hadits dhaif/lemah yg tersebar seputar ibadah yg agung ini. Terkadang, hadits-hadits itu dijadikan pegangan oleh sebagian kaum muslimin yg awam tentang hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal dlm syariat yg mulia ini, hadits dhaif tak boleh dijadikan sandaran dlm suatu amalan, sekalipun dlm fadhailul ‘amal. Demikian menurut pendapat yg benar. Sebagai bentuk peringatan bagi kaum muslimin, dlm lembaran rubrik Hadits kali ini, akan kami sebutkan sedikit dari sekian banyak hadits dhaif yg berkaitan dgn ibadah haji dan umrah. Kami nukilkan hadits-hadits tersebut dari kitab yg sangat berfaedah karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah yg berjudul Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah [1]. Kami katakan hanya sedikit yg kami bawakan dlm rubrik ini, karena lebih banyak lagi hadits dhaif yg tak dpt kami sebutkan karena terbatasnya ruang. Kami berharap, semoga yg sedikit ni menjadi perhatian kaum muslimin dan tak lagi menjadikannya sebagai pegangan. Dan semoga kaum muslimin mau untk selalu bertanya kepada ahlul ilmi (orang yg berilmu agama) tentang perkara agama mereka, mana yg diperintahkan dan mana yg tak diperintahkan, mana yg shahih dan mana yg dhaif. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
فَاسْØ£َÙ„ُوا Ø£َÙ‡ْÙ„َ الذِّÙƒْرِ Ø¥ِÙ†ْ ÙƒُÙ†ْتُÙ…ْ لاَ تَعْÙ„َÙ…ُÙˆْÙ†َ
Bertanyalah kalian kepada ahludz dzikr (orang-orang yg berilmu) jika kalian tak tahu. (An-Nahl: 43) Hadits-hadits Dhaif Berkaitan dgn Ibadah Haji1. Keutamaan berhaji
الْØ­َاجُّ ÙŠَØ´ْفَعُ فِÙŠ Ø£َرْبَعِ Ù…ِئَØ©ِ Ø£َÙ‡ْÙ„ِ بَÙŠْتٍ -Ø£َÙˆْ Ù‚َالَ: Ù…ِÙ†ْ Ø£َÙ‡ْÙ„ِ بَÙŠْتِÙ‡ِ-
Orang yg berhaji akan memberi syafaat kepada 400 orang ahlu bait -atau Nabi mengatakan: 400 orang dari ahlu bait (keluarga)nya-. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni mungkar, diriwayatkan oleh Al-Bazzar dlm Musnad-nya. Lihat Adh-Dha’ifah no. 5091)
Ø­ُجُّوا تَسْتَغْÙ†ُÙˆْا…
Berhajilah kalian niscaya kalian akan merasa berkecukupan.… (Al-Imam Al-Albani menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Ad-Dailami, 2/83. Lihat Adh-Dha’ifah no. 3480)
Ø­ُجُّوا، فَØ¥ِÙ†َّ الْØ­َجَّ ÙŠَغْسِÙ„ُ الذُّÙ†ُÙˆْبَ ÙƒَÙ…َا ÙŠَغْسِÙ„ُ الْÙ…َاءُ الدَّرَÙ†َ
Berhajilah kalian, karena sesungguhnya haji itu mencuci dosa-dosa sebagaimana air mencuci kotoran. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’ (palsu), diriwayatkan oleh Abul Hajjaj Yusuf bin Khalil dlm As-Saba’iyyat, 1/18/1. Lihat Ad-Dha’ifah no. 542)
Ø­َجَّØ©ٌ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ù„َÙ…ْ ÙŠَØ­ُجَّ Ø®َÙŠْرٌ Ù…ِÙ†ْ عَØ´ْرِ غَزَÙˆَاتٍ، ÙˆَغَزْÙˆَØ©ٌ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ø­َجَّ Ø®َÙŠْرٌ Ù…ِÙ†ْ عَØ´ْرِ Ø­ُجَجٍ…
(Menunaikan ibadah) haji bagi orang yg belum berhaji itu lebih baik daripada sepuluh peperangan. Dan (ikut serta dalam) peperangan bagi orang yg telah berhaji itu lebih baik daripada sepuluh haji…. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Ibnu Bisyran dlm Al-Amali, 27/117/1. Lihat Adh-Dha’ifah no. 1230)
Ø¥ِØ°َا Ù„َÙ‚ِÙŠْتَ الْØ­َاجَّ فَسَÙ„ِّÙ…ْ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَصَافِØ­ْÙ‡ُ، ÙˆَÙ…ُرْÙ‡ُ Ø£َÙ†ْ ÙŠَسْتَغْفِرَ Ù„َÙƒَ Ù‚َبْÙ„َ Ø£َÙ†ْ ÙŠَدْØ®ُÙ„َ بَÙŠْتَÙ‡ُ، فَØ¥ِÙ†َّÙ‡ُ Ù…َغْفُÙˆْرٌ Ù„َÙ‡ُ
Apabila engkau bertemu dgn seorang haji, ucapkanlah salam padanya dan jabatlah tangannya, serta mohonlah padanya agar memintakan ampun bagimu sebelum ia masuk ke dlm rumahnya, karena orang yg berhaji itu telah diampuni. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, diriwayatkan oleh Ahmad, 2/69 dan 128, Ibnu Hibban dlm Al-Majruhin, 2/265, Abusy Syaikh dlm At-Tarikh, hal. 177. Lihat Adh-Dha’ifah no. 2411)
Ù…َÙ†ْ Ù…َاتَ فِÙŠ هذَا الْÙˆَجْÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ø­َاجٍّ Ø£َÙˆْ Ù…ُعْتَÙ…ِرٍ، Ù„َÙ…ْ ÙŠُعْرَضْ ÙˆَÙ„َÙ…ْ ÙŠُØ­َاسَبْ، ÙˆَÙ‚ِÙŠْÙ„َ Ù„َÙ‡ُ: ادْØ®ُÙ„ِ الْجَÙ†َّØ©َ
Siapa yg meninggal dlm sisi ini, baik ia berhaji / berumrah, niscaya amalnya tak dipaparkan kepadanya dan tak akan dihisab. Dan dikatakan kepadanya: ‘Masuklah engkau ke dlm surga.’ (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni mungkar, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni, 288. Lihat Adh-Dha’ifah no. 2187)
الْØ­َاجُّ فِÙŠ ضَÙ…َانِ اللهِ Ù…ُÙ‚ْبِلاً ÙˆَÙ…ُدْبِرًا، فَØ¥ِÙ†ْ Ø£َصَابَÙ‡ُ فِÙŠ سَفَرِÙ‡ِ تَعْبٌ Ø£َÙˆْ Ù†َصَبٌ غَفَرَ اللهُ Ù„َÙ‡ُ بِذلِÙƒَ سَÙŠِّئَاتِÙ‡ِ، ÙˆَÙƒَانَ Ù„َÙ‡ُ بِÙƒُÙ„ِّ Ù‚َدَÙ…ٍ ÙŠَرْفَعُÙ‡ُ Ø£َÙ„ْفَ دَرَجَØ©ٍ، ÙˆَبِÙƒُÙ„ِّ Ù‚َØ·ْرَØ©ٍ تُصِÙŠْبُÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ Ù…َØ·َرٍ Ø£َجْرُ Ø´َÙ‡ِÙŠْدٍ
Orang yg berhaji itu dlm tanggungan/jaminan Allah ketika datang maupun pulangnya. Bila dia tertimpa kepayahan / sakit dlm safarnya, Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya. Dan tiap telapak kaki yg ia angkat untk melangkah, ia dapatkan seribu derajat. Dan tiap tetesan hujan yg menimpanya, ia dapatkan pahala orang yg mati syahid. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, diriwayatkan oleh Ad-Dailami, 2/98. Lihat Adh-Dha’ifah no. 3500)
Ø®َÙŠْرُ Ù…َا ÙŠَÙ…ُÙˆْتُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ الْعَبْدُ Ø£َÙ†ْ ÙŠَÙƒُÙˆْÙ†َ Ù‚َافِلاً Ù…ِÙ†ْ Ø­َجٍّ Ø£َÙˆْ Ù…ُفْØ·ِرًا Ù…ِÙ†ْ رَÙ…َضَانَ
Sebaik-baik keadaan meninggalnya seorang hamba adlh ia meninggal dlm keadaan pulang dari menunaikan ibadah haji / dlm keadaan berbuka dari puasa Ramadhan. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Ad-Dailami 2/114. Lihat Adh-Dha’ifah no. 3583) 2. Keutamaan berhaji yg disertai menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ù…َÙ†ْ Ø­َجَّ Ø­َجَّØ©َ اْلإِسْلاَÙ…ِ، Ùˆَزَارَ Ù‚َبْرِÙŠ Ùˆَغَزَا غَزْÙˆَØ©ً ÙˆَصَÙ„َّÙ‰ عَÙ„َÙŠَّ فِÙŠ الْÙ…َÙ‚ْدِسِ، Ù„َÙ…ْ ÙŠَسْØ£َÙ„ْÙ‡ُ اللهُ فِÙŠْÙ…َا افْتَرَضَ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ
Siapa yg berhaji dgn haji Islam yg wajib, menziarahi kuburku, berperang dgn satu peperangan dan bershalawat atasku di Al-Maqdis, maka Allah tak akan menanyainya dlm apa yg Allah wajibkan kepadanya. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’/palsu, disebutkan oleh As-Sakhawi dlm Al-Qaulul Badi’, hal. 102. Lihat Adh-Dha’ifah no. 204) [2]
Ù…َÙ†ْ Ø­َجَّ فَزَارَ Ù‚َبْرِÙŠ بَعْدَ Ù…َÙˆْتِÙŠ، Ùƒَانَ ÙƒَÙ…َÙ†ْ زَارَÙ†ِÙŠ فِÙŠ Ø­َÙŠَاتِÙŠ
Siapa yg berhaji, lalu ia menziarahi kuburku setelah wafatku, maka dia seperti orang yg menziarahiku ketika hidupku. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dlm Al-Mu’jamul Kabir, 3/203/2, dan Al-Ausath, 1/126/2. Diriawayatkan pula oleh yg selainnya. Lihat Adh-Dha’ifah no. 47) [3] 3. Haji dilaksanakan sebelum menikah
الْØ­َجُّ Ù‚َبْÙ„َ التَّزَÙˆُّجِ
Haji itu dilaksanakan sebelum menikah. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, dibawakan oleh As-Suyuthi dlm Al-Jami’ Ash-Shaghir. Lihat Adh-Dha’ifah no. 221)
Ù…َÙ†ْ تَزَÙˆَّجَ Ù‚َبْÙ„َ Ø£َÙ†ْ ÙŠَØ­ُجَّ فَÙ‚َدْ بَدَØ£َ بِالْÙ…َعْصِÙŠَØ©ِ
Siapa yg menikah sebelum menunaikan ibadah haji maka sungguh ia telah memulai dgn maksiat. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi, 20/2. Lihat Adh-Dha’ifah no. 222) 4. Banyak berhaji mencegah kefakiran
ÙƒَØ«ْرَØ©ُ الْØ­َجِّ ÙˆَالْعُÙ…ْرَØ©ِ تَÙ…ْÙ†َعُ الْعَÙŠْÙ„َØ©َ
Banyak melaksanakan haji dan umrah mencegah kepapaan. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, diriwayatkan oleh Al-Muhamili. Lihat Adh-Dha’ifah no. 477) 5. Tidak boleh mengarungi lautan kecuali orang yg ingin berhaji
لاَ ÙŠَرْÙƒَبُ الْبَØ­ْرَ Ø¥ِلاَّ Ø­َاجٌّ Ø£َÙˆْ Ù…ُعْتَÙ…ِرٌ، Ø£َÙˆْ غَازٍ فِÙŠ سَبِÙŠْÙ„ِ اللهِ، فَØ¥ِÙ†َّ تَØ­ْتَ الْبَØ­ْرَ Ù†َارًا Ùˆَ تَØ­ْتَ النَّارِ بَØ­ْرًا
Tidak boleh mengarungi lautan kecuali orang yg berhaji / berumrah / orang yg berperang di jalan Allah, karena di bawah lautan itu ada api dan di bawah api ada lautan. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni mungkar, diriwayatkan oleh Abu Dawud, 1/389, Al-Khathib dlm At-Talkhis, 78/1. Lihat Adh-Dha’ifah no. 478) 6. Keutamaan ber-ihlal dari Masjidil Aqsha
Ù…َÙ†ْ Ø£َÙ‡َّÙ„َ بِØ­َجَّØ©ٍ Ø£َÙˆْ عُÙ…ْرَØ©ٍ Ù…ِÙ†َ الْÙ…َسْجِدِ اْلأَÙ‚ْصَÙ‰ Ø¥ِÙ„َÙ‰ الْÙ…َسْجِدِ الْØ­َرَامِ، غُفِرَ Ù„َÙ‡ُ Ù…َا تَÙ‚َدَّÙ…َ Ù…ِÙ†ْ Ø°َÙ†ْبِÙ‡ِ ÙˆَÙ…َا تَØ£َØ®َّرَ، Ø£َÙˆْ Ùˆَجَبَتْ Ù„َÙ‡ُ الْجَÙ†َّØ©ُ
Siapa yg ber-ihlal [4] haji / umrah dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, akan diampuni dosa-dosanya yg telah lalu dan yg akan datang, / diwajibkan surga baginya. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Abu Dawud, 1/275, Ibnu Majah, 2/234-235, Ad-Daraquthni, hal. 289, Al-Baihaqi, 5/30, dan Ahmad, 6/299. Lihat Adh-Dha’ifah no. 211) 7. Ancaman bagi orang yg berhaji tapi tak menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ù…َÙ†ْ Ø­َجَّ الْبَÙŠْتَ ÙˆَÙ„َÙ…ْ ÙŠَزُرْÙ†ِÙŠ فَÙ‚َدْ جَفَانِÙŠ
Siapa yg haji ke Baitullah tapi ia tak menziarahi kuburku maka sungguh ia telah berbuat jafa` (kasar) kepadaku. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni maudhu’, demikian dikatakan Al-Hafizh Adz-Dzahabi dlm Al-Mizan, 3/237, dibawakan oleh Ash-Shaghani dlm Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, hal. 6. Demikian pula Az-Zarkasyi dan Asy-Syaukani dlm Al-Fawa`id Al-Majmu’ah fil Ahadits Al-Maudhu’ah, hal. 42. Lihat Adh-Dha’ifah no. 45) 8. Keutamaan menghajikan orang tua
Ù…َÙ†ْ Ø­َجَّ عَÙ†ْ ÙˆَالِدَÙŠْÙ‡ِ بَعْدَ ÙˆَفَاتِÙ‡ِÙ…َا Ùƒَتَبَ اللهُ Ù„َÙ‡ُ عِتْÙ‚ًا Ù…ِÙ†َ النَّارِ، ÙˆَÙƒَانَ Ù„ِÙ„ْÙ…َØ­ْجُÙˆْجِ عَÙ†ْÙ‡ُÙ…ْ Ø£َجْرُ Ø­َجَّØ©ِ تَامَّØ©ٍ Ù…ِÙ†ْ غَÙŠْرِ Ø£َÙ†ْ ÙŠَÙ†ْتَÙ‚ِصَ Ù…ِÙ†ْ Ø£ُجُÙˆْرِÙ‡ِÙ…ْ Ø´َÙŠْØ¡ٌ
Siapa yg menghajikan kedua orang tuanya setelah keduanya wafat maka Allah akan menetapkan dia dibebaskan dari api neraka. Dan bagi yg dihajikan akan memperoleh pahala haji yg sempurna tanpa mengurangi pahala orang yg menghajikan sedikitpun. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni mungkar, diriwayatkan oleh Abul Qasim Al-Ashbahani dlm At-Targhib. Lihat Adh-Dha’ifah no. 5677)
Ø¥ِØ°َا Ø­َجَّ الرَّجُÙ„ُ عَÙ†ْ ÙˆَالِدَÙŠْÙ‡ِ تُÙ‚ْبَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْÙ‡ُ ÙˆَÙ…ِÙ†ْÙ‡ُÙ…َا، ÙˆَاسْتُبْØ´ِرَتْ Ø£َرْÙˆَاحُÙ‡ُÙ…َا فِÙŠ السَّÙ…َاءِ ÙˆَÙƒُتِبَ عِÙ†ْدَ اللهِ بَرًّا
Apabila seseorang menghajikan kedua orang tuanya maka akan diterima amalan itu darinya dan dari kedua orang tuanya, dan diberi kabar gembira ruh keduanya di langit dan ia (si anak) dicatat di sisi Allah sebagai anak yg berbakti (berbuat baik kepada orang tua). (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam, As-Sunan, 272, Ibnu Syahin dlm At-Targhib, 299/1 dan Abu Bakr Al-Azdi Al-Mushili dlm Hadits-nya. Lihat Adh-Dha’ifah no. 1434) 9. Hadits dhaif tentang keutamaan berhaji dgn jalan kaki
Ø¥ِÙ†َّ Ù„ِÙ„ْØ­َجِّ الرَّاكِبِ بِÙƒُÙ„ِّ Ø®َØ·ْÙˆَØ©ٍ تَØ®ْØ·ُÙˆْÙ‡َا رَاحِÙ„َتُÙ‡ُ سَبْعِÙŠْÙ†َ Ø­َسَÙ†َØ©ً، ÙˆَالْÙ…َاشِÙŠ بِÙƒُÙ„ِّ Ø®َØ·ْÙˆَØ©ٍ ÙŠَØ®ْØ·ُÙˆْÙ‡َا سَبْعَ Ù…ِئَØ©ِ Ø­َسَÙ†َØ©ٍ
Sesungguhnya orang yg berhaji dgn berkendaraan mendapatkan 70 kebaikan dgn tiap langkah yg dilangkahkan oleh kendaraannya. Sementara orang yg berhaji dgn berjalan kaki, dgn tiap langkah yg ia langkahkan mendapatkan 700 kebaikan. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dlm Al-Kabir, 3/15/2, dan Adh-Dhiya` dlm Al-Mukhtarah, 204/2. Lihat Adh-Dha’ifah no. 496)5 10. Keutamaan thawaf
Ù…َÙ†ْ Ø·َافَ بِالْبَÙŠْتِ Ø®َÙ…ْسِÙŠْÙ†َ Ù…َرَّØ©ً، Ø®َرَجَ Ù…ِÙ†ْ Ø°ُÙ†ُÙˆْبِÙ‡ِ ÙƒَÙŠَÙˆْÙ…ٍ ÙˆَÙ„َدَتْÙ‡ُ Ø£ُÙ…ُّÙ‡ُ
Siapa yg thawaf di Baitullah 50 kali, maka ia terlepas dari dosa-dosanya sehingga keberadaannya laksana hari ia dilahirkan oleh ibunya (bersih dari dosa-dosa). (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, 1/164 dan selainnya. Lihat Adh-Dha’ifah no. 5102)
Ø·َÙˆَافُ سَبْعٍ لاَ Ù„َغْÙˆَ فِÙŠْÙ‡ِ ÙŠَعْدِÙ„ُ رَÙ‚َبَØ©ً
Thawaf tujuh kali tanpa melakukan perkara laghwi (sia-sia) di dalamnya sebanding dgn membebaskan budak. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif jiddan (lemah sekali), diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dlm Al-Mushannaf, 5/8833. Lihat Adh-Dha’ifah no. 4035) 11. Hari Arafah
عَرَفَØ©ُ ÙŠَÙˆْÙ…َ ÙŠُعَرِّفُ النَّاسُ
Arafah adlh hari di mana manusia wuquf di Arafah. (Al-Imam Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ni dhaif, diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah dlm Musnad-nya, hal. 93, Ad-Daraquthni, 257, Ad-Dailami 2/292. Lihat Ad-Dha’ifah no. 3863) Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. [Dinukil dari Majalah Asy-Syari’ah vol. III/No.27/1427 H/2006, Judul Asli: Hadits-Hadits Dhaif tentang Haji] ____________
Footnote: [1] Guru Besar kami Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dlm kitab beliau Ijabatus Sa`il (hal. 567) berkata: Adapun yg ditulis oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dlm kitabnya Silsilah Adh-Dha’ifah, ketika membacanya benar-benar menenangkan hati kami (karena tepat dan telitinya penghukuman beliau terhadap hadits, pen.). [2] Al-Imam Al-Albani rahimahullah berkata: (Hadits ni maudhu’, tampak sekali kebatilannya) karena membuat anggapan telah diwahyukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa menunaikan perkara yg disebutkan dlm hadits berupa haji, ziarah kubur, dan berperang, bisa menggugurkan pelakunya dari hukuman bila ia bermudah-mudahan dlm meninggalkan kewajiban-kewajiban agama yg lain. Ini merupakan kesesatan. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amat jauh dari mengucapkan perkataan yg menimbulkan anggapan yg salah. Bagaimana lagi dgn ucapan yg secara jelas menunjukkan kesesatan?! (Adh-Dha’ifah, 1/370) [3] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dlm Al-Qa’idah Al-Jalilah (hal. 57) berkata: Hadits-hadits tentang ziarah kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya dhaif. Tidak ada satupun yg bisa dijadikan sandaran dlm agama ini. Karena itu, ahlu Shihah dan Sunan (ulama yg menyusun kitab Shahih dan Sunan) tak ada yg meriwayatkannya sedikit pun. Yang meriwayatkan hadits-hadits semacam itu hanyalah ulama yg biasa membawakan hadits-hadits dhaif seperti Ad-Daraquthni, Al-Bazzar, dan selain keduanya. Kemudian Ibnu Taimiyyah rahimahullah membawakan hadits di atas. Setelah itu beliau berkata: Hadits ni kedustaannya jelas sekali. Hadits ni menyelisihi agama kaum muslimin. Karena orang yg menziarahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidupnya dan beriman kepada beliau, berarti orang itu termasuk shahabat beliau. Terlebih lagi bila orang itu termasuk orang-orang yg berhijrah kepada beliau dan berjihad bersama beliau. Telah pasti sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Janganlah kalian mencela para shahabatku. Maka demi Zat yg jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, niscaya tak dpt mencapai satu mud infak salah seorang mereka, dan tak pula setengahnya. Seseorang yg hidup setelah shahabat, tidaklah bisa sama dgn shahabat hanya dgn mengerjakan amalan-amalan wajib yg diperintahkan seperti haji, jihad, shalat lima waktu, bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana lagi dgn amalan yg tak wajib dgn kesepakatan kaum muslimin (yaitu menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)? Tidak pula disyariatkan untk safar (menempuh perjalanan jauh) untk mengerjakannya, bahkan dilarang. Adapun safar menuju ke masjid beliau guna mengerjakan shalat di dalamnya maka hal itu mustahab (disenangi). (Lihat Adh-Dha’ifah, 1/123-124) [4] Memulai ihram dan mengucapkan talbiyah
KUMPULAN SEBAGIAN HADIST HADIST DHOIF TENTANG HAJI DAN UMROH
[5] Al-Imam Al-Albani rahimahullah berkata: Bagaimana bisa hadits ni dianggap shahih, sementara yg ada justru sebaliknya? Di mana telah shahih riwayat yg menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan haji dgn berkendaraan. Seandainya berhaji dgn jalan kaki itu lebih afdhal, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memilih hal itu untk Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah, jumhur ulama berpendapat bahwa haji dgn berkendaraan itu lebih utama, sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi rahimahullah dlm Syarh Muslim. (Adh-Dha’ifah, 1/711-712)

source : http://log.viva.co.id, http://kismiwati.blogspot.com, http://tempo.co

Share it:

Popular on September

Post A Comment:

0 comments: