[Opini] HIWALAH

Share it:
HIWALAH
terjoko.blogspot.com - Kata hiwalah, huruf haa’ dibaca kasrah / kadang-kadang dibaca fathah, berasal dari kata tahwil yg berarti intiqal (pemindahan) / dari kata ha’aul (perubahan). Orang Arab biasa mengatakan haala ’anil ’ahdi, yaitu berlepas diri dari tanggung jawab. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri dlm al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, secara bahasa hiwalah adlh annaqlu min mahallin ilaa mahalli (pemindahan dari suatu tempat ke tempat yg lain). Sementara menurut syara’ (istilah), Hanafiyah mendefinisikan hiwalah dgn Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yg berhutang kepada yg lain yg punya tanggung jawab kewajiban pula. Sedang menurut Maliki, Syafi’i, dan Hambali, hiwalah adlh Pemindahan / pengalihan hak untk menuntut pembayaran hutang dari satu pihak kepada pihak yg lain. Kalau diperhatikan, maka kedua definisi di atas bisa dikatakan sama. Perbedaannya terletak pd kenyataan bahwa madzhab Hanafi menekankan pd segi kewajiban membayar hutang. Sedangkan ketiga madzhab lainnya menekankan pd segi hak menerima pembayaran hutang.
Dalam Islam, hiwalah sangat dibolehkan. Allah Swt berfirman, Hai orang-orang yg beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untk waktu yg ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dgn benar. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282) Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, Menunda-nunda pembayaran hutang yg dilakukan oleh orang mampu adlh suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yg mampu, terimalah. (HR. Bukhari) Sedangkan, dalil kaidah fiqih yg membolehkan hiwalah adlh Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yg mengharamkannya. Ditinjau dari jenis akad, hiwalah dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, Hiwalah al-Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti dari pembayaran hutangmuhil (pihak pertama) kepada muhal/pihak kedua (pemindahan bersyarat). Contoh: Aberpiutang kepada B sebesar 5 dirham. Sedangkan B berpiutang kepada C sebesar 5dirham. B kemudian memindahkan / mengalihkanhaknya untk menuntut piutangnya yg berada pd C kepada A sebagai ganti pembayaran hutang B kepada A. Kedua, Hiwalah al-Muthlaqah yaitu pemindahan hutang yg tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal/pihak kedua (pemindahan mutlak). Contoh: Aberhutang kepada B sebesar 5 dirham. Kemudian Amengalihkan hutangnya kepada C sehingga C berkewajiban membayar hutangA kepada Btanpa menyebutkan bahwa pemindahan hutang tersebut sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang C kepada A. Hiwalah memiliki beberapa rukun yg harus dipenuhi, yaitu adanya muhil (orang yg berhutang dan sekaligus berpiutang), muhal (orang berpiutang kepada muhil), muhal ‘alaih (orang yg berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhal), muhal bih (hutang muhil kepada muhal), dan sighat (ijab-qabul). Sementara, untk sahnya hiwalah disyaratkan hal-hal berikut: pertama, relanya pihak muhil dan muhal (ridha) tanpa muhal 'alaih. Kedua, samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaian, tempo waktu, serta mutu baik dan buruk. Maka tak sah hiwalah apabila hutang berbentuk emas dan di-hiwalah-kan agar ia mengambil perak sebagai penggantinya. Demikian pula jika sekiranya hutang itu sekarang dan di-hiwalah -kan untk dibayar kemudian (ditangguhkan) / sebaliknya. Dan tak sah pula hiwalah yg mutu baik dan buruknya berbeda / salah satunya lebih banyak. Ketiga, stabilnya hutang. Jika peng-hiwalah-an itu kepada pegawai yg gajinya belum lagi dibayar, maka hiwalah tak sah. Keempat, kedua hak tersebut diketahui dgn jelas. Apabila hiwalah berjalan sah, dgn sendirinya tanggungan muhil menjadi gugur. Andaikata muhal 'alaih mengalami kebangkrutan / meninggal dunia, muhal tak boleh lagi kembali kepada muhil. (Epholic)

other source : http://merdeka.com, http://epholic.blogspot.com, http://news.detik.com

Share it:

Opini

Post A Comment:

0 comments: